Ini dia 6 Kejanggalan Putusan Praperadilan Setya Novanto

JAKARTA, kabarpolisi.com– Ada enam keganjilan putusan hakim Cepi Iskandar terhadap praperadilan yang diajukan tersangka kasus korupsi e-KTP. Apa saja itu?

Indonesia Corruption Watch (ICW) membeberkan setidaknya ada enam kejanggalan proses sidang praperadilan tersebut. Catatan ini menyusul putusan hakim yang mengabulkan gugatan Novanto terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sore tadi, Jumat (29/9).

Peneliti Hukum ICW Lalola Easter menyatakan, pihaknya sudah memperkirakan kalau praperadilan Novanto dikabulkan oleh Hakim Tunggal Cepi Iskandar. Menurut Lola, perkiraan itu bukan tanpa dasar.

“Karena sepanjang proses sidang, ICW mencatat ada enam kejanggalan proses yang dilakukan oleh hakim,” kata Lola dalam keterangan tertulis yang dikutip JawaPos.com, Jumat (29/9) seperti dikutip Jawa Pos

Lola menjabarkan, kejanggalan pertama adalah hakim menolak memutar rekaman bukti keterlibatan Novanto dalam kasus e-KTP. Kedua, hakim menunda mendengar keterangan ahli dari KPK.

Kejanggalan berikutnya menurut ICW yaitu hakim menolak eksepsi KPK. Kemudian, hakim mengabaikan permohonan intervensi dengan alasan gugatan tersebut belum terdaftar di dalam sistem informasi pencatatan perkara.

“Kejanggalan kelima, hakim bertanya kepada Ahli KPK tentang sifat adhoc lembaga KPK yang tidak ada kaitannya dengan pokok perkara praperadilan,” paparnya.

Terakhir, laporan kinerja KPK yang berasal dari Pansus dijadikan bukti Praperadilan. Lola menilai enam kejanggalan itu merupakan penanda awal akan adanya kemungkinan permohonan praperadilan SN akan dikabulkan.

Salah satu dalil Hakim Cepi Iskandar yang paling kontroversial dalam putusan, bahwa alat bukti untuk tersangka sebelumnya tidak bisa dipakai lagi untuk menetapkan tersangka lain.

Dengan dalil tersebut, kata Lola, artinya Hakim Cepi Iskandar mendelegitimasi putusan Majelis Hakim yang memutus perkara e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto. Putusan tersebut saat ini sudah berkekuatan hukum tetap.

“Padahal, putusan dikeluarkan berdasarkan minimal dua alat bukti yang cukup dan keyakinan hakim, dan skema tersebut merupakan hal yang biasa dalam proses beracara di persidangan,” kata dia. (Rizal)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.