Bos Pandawa Group Diciduk Polisi, Himpun Dana Nasabah Rp 3,8 Triliun?

Jakarta – Bos Pandawa Group, Salman Nuryanto, akhirnya ditangkap polisi di kawasan Mauk, Tangerang, Senin (20/2/2017) dini hari, pukul 02.00 WIB.

Nuryanto saat ini tengah diperiksa penyidik Subdit Fiskal, Moneter, dan Devisa (Fismondev) Ditreskrimsus Polda Metro Jaya.

Nuryanto sempat dipanggil OJK pada November 2016 oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk dimintai keterangan terkait kegiatan penghimpunan uang dari masyarakat. Nuryanto diminta untuk mengembalikan dana yang sudah dihimpun hingga 1 Februari 2017.

“Kan dia sudah tersangka atas laporan menggelapkan dana nasabah, dia ditangkap,” jelas Ketua Satgas Waspada Investasi OJK, Tongam Tobing, saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Senin (20/2/2017).

Nuryanto ternyata sudah lama menghimpun dana masyarakat dengan iming-iming investasi dengan tingkat bunga yang tinggi. Nuryanto yang dulunya berprofesi sebagai penjual bubur sudah menjalankan aksinya sejak 2005.

Sambil menjual bubur, Nuryanto menerima titipan dana dari masyarakat. Kepercayaan masyarakat terjadi karena melihat usaha bubur yang dijalankan Nuryanto terbilang sukses.

“Dia jualan 2005 sudah terima titipan masyarakat dan himpun,” tutur Tongam.

Namun, pada saat itu jumlah uang yang dihimpun belum begitu banyak. Tongam mengatakan, Nuryanto mulai melakukan penghimpunan dana secara masif sejak 2015 dengan menjanjikan keuntungan 10% setiap bulannya.

Padahal, Pandawa Group yang dipimpinnya tidak memiliki izin dari OJK untuk menghimpun dana masyarakat. Namun, di sisi lain masyarakat tergiur dengan besaran keuntungan yang ditawarkan Nuryanto.

Berdasarkan panggilan OJK pada November lalu, Nuryanto melalui Pandawa Group tercatat menghimpun dana sebesar Rp 500 miliar.

Namun, berdasarkan informasi lainnya Pandawa Group yang dipimpin Nuryanto menghimpun dana Rp 3,8 triliun.

Namun, kata Tongam besaran angka yang dihimpun Nuryanto masih terus diselidiki pihak kepolisian. Berdasarkan data terakhir, jumlah nasabah yang menginvestasikan uangnya di Pandawa Group berjumlah 500.000 orang.

“Pada saat kami panggil November Rp 500 miliar, tapi berdasarkan penjelasan peneliti dari Pandawa Rp 3,8 triliun. Belum valid setelah penyelidikan,” tutur Tongam.

“Jumlah nasabah belum valid, informasi di atas 500.000,” tambah Tongam.

BACA JUGA  Persiapan Natal dan Tahun Baru, Kapolri dan Panglima TNI Tinjau Gerbang Tol Prambanan

Nasabah yang menitipkan uang di Pandawa Group milik Nuryanto berasal dari berbagai daerah di Indonesia dengan mayoritas berasal dari Jawa Barat.

Sampai saat ini, pihak kepolisian masih mendalami kasus investasi bodong yang dilakukan oleh Nuryanto sejak 12 tahun terakhir.

“Lagi menunggu hasil penyelidikan,” tutup Tongam.

Sepak terjang Pandawa Group

Gedung bertuliskan ‘KSP Pandawa Mandiri Group’ berdiri tegak di pinggir Jalan Raya Meruyung, Kota Depok, Provinsi Jawa Barat.

Di sekelilingnya, terdapat untaian pita kuning polisi. Di kantor inilah, Pandawa Grup beroperasi sejak 2015 hingga dihentikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) beberapa bulan lalu.

Saat aktif berbisnis, perusahaan itu menawarkan bunga 10% setiap bulan kepada setiap investor yang menanamkan uangnya, jauh lebih tinggi dari bunga deposito yang ditawarkan bank.

Anto, salah seorang nasabah, tergiur oleh janji tersebut dan menyetorkan Rp134 juta.

“Saya menyetor duit bertahap, dari Juni 2016 sampai September 2016. Bunga 10% yang dijanjikan masih ditepati sampai November 2016. Tapi, pada Desember 2016 tidak ada, Januari 2017 apalagi,” ujar Anto kepada BBC Indonesia.

Kantor Pandawa disegel oleh kepolisian.
Saat ini, pemimpin Pandawa Mandiri Group, Salman Nuryanto, menghilang. Namun, akhir Januari lalu, dia sempat menjumpai para nasabahnya dan berjanji akan melunasi pembayaran pada 1 Februari.

Beberapa pengurus Pandawa yang ditemui juga menolak berkomentar.
Karena belum ada kejelasan sampai 1 Februari, sejumlah nasabah menempuh jalur hukum, sebagaimana dikemukakan Mukhlis Effendi, pengacara yang mengaku mewakili 2.900 nasabah Pandawa dengan nilai total kerugian Rp400 miliar.

“Klien saya sangat berharap kedatangan pak Nuryanto di pengadilan untuk melakukan mediasi. Saya percayakan kepada aparat pemerintah untuk mencari Pak Nuryanto.

Yang jelas somasi satu dan somasi dua, tapi tidak ada tanggapan. Nanti tinggal kebijakan pengadilan memutuskan tentang aset-aset Pandawa,” kata Mukhlis, yang mengajukan somasi terhadap Pandawa di Pengadilan Negeri Depok.

Kasus dugaan penipuan ini juga tengah diselidiki Polda Metro Jaya. Bahkan, menurut Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kombes Wahyu Hadiningrat, pihaknya bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri aset Salman Nuryanto.

BACA JUGA  Persiapan Natal dan Tahun Baru, Kapolri dan Panglima TNI Tinjau Gerbang Tol Prambanan

Wahyu mengatakan telah meminta pencekalan Nuryanto ke pihak Imigrasi.

Di Perumahan Palem Ganda Asri, Meruyung, Kota Depok, pemimpin Pandawa Group, Salman Nuryanto, pernah bermukim. Kini dia menghilang.

Skema investasi

Lepas dari kasus hukumnya, skema investasi yang ditawarkan Pandawa Group diduga melibatkan pinjaman kredit mikro.
Anto, salah satu nasabah Pandawa, mengaku salah satu alasannya berani menanamkan uang adalah karena auditor Pandawa mengatakan kepadanya bahwa setoran para investor diputarkan kembali ke sektor kredit mikro.

“Uang yang didapat dari investor dipinjamkan ke pedagang-pedagang kecil dengan sistem penagihan harian. Katakanlah, misalnya, seorang pedagang meminjam Rp10.000 dengan masa pinjaman 20 hari.

Pandawa sudah untung 200%. Kalau dia bisa bagi hasil 10% dengan investor, ya masuk akal,” kata Anto.

Akan tetapi, baru di kemudian hari, Anto menyadari kesalahan yang dia lakukan.
“Saya tidak memperhitungkan mana pedagang yang bayar dan mana yang tidak. Kedua, berapa pengelolaan uang Pandawa?

Berapa dana yang masuk? Mungkin karena tidak ada yang bisa diputarkan lagi, skema Ponzi yang dipakai,” tutur Anto, merujuk skema perputaran uang yang dijalankan beberapa figur kontroversial seperti Bernie Madoff.

Otoritas Jasa Keuangan, OJK, telah menghentikan aktivitas Pandawa pada 11 November 2016. Perusahaan itu dimasukkan dalam daftar perusahaan investasi ilegal dan berpotensi merugikan masyarakat.
Sejak Agustus 2016 sampai 17 Januari 2017, terdapat 80 perusahaan di seluruh Indonesia yang masuk daftar tersebut.

Pandawa menawarkan bunga 10% setiap bulan kepada setiap investor yang menanamkan uangnya. Namun, usaha itu dihentikan OJK pada November 2016.

Modus serupa

Modus perusahaan yang menjalankan penipuan berkedok investasi, rata-rata serupa, seperti dituturkan Ketua Satgas Waspada Investasi OJK, Tongam Tobing.
“Modus mereka rata-rata mengiming-imingi investor dengan bunga tinggi tanpa risiko.

BACA JUGA  Persiapan Natal dan Tahun Baru, Kapolri dan Panglima TNI Tinjau Gerbang Tol Prambanan

Mereka juga mengatakan investor akan mendapat bonus lebih besar bila semakin banyak merekrut orang. Kalau investor yang awal-awal mungkin sudah mendapat untung, tapi yang rugi peserta yang akhir-akhir,” kata Tongam.

Masyarakat harus jeli dan waspada terhadap perusahaan yang menawarkan investasi apabila perusahaan itu tidak jelas produk dan kegiatannya.

“Dana yang didapat dari investor tidak digunakan untuk kegiatan produktif. Kita tidak tahu kegiatan mereka seperti apa,” tambah Tongam.

Tongam mengatakan satgas yang dia pimpin berfungsi untuk menindak dan mengawasi perusahaan investasi yang diduga bodong. Satgas itu terdiri dari tujuh lembaga, termasuk kepolisian, Kementerian Perdagangan, kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, serta Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Otoritas Jasa Keuangan, OJK, menempatkan 80 perusahaan ke dalam daftar perusahaan investasi ilegal dan berpotensi merugikan masyarakat.

Kelemahan

Namun, dari sudut pandang Bhima Yudhistira selaku pengamat dari lembaga kajan ekonomi INDEF, Satgas Waspada Investasi punya kelemahan.

Bhima mencatat sejumlah perusahaan investasi memang tak punya izin dari OJK, namun mengantongi izin dari kementerian tertentu.

KSP Pandawa Mandiri Group, misalnya, mengklaim punya izin dari Kementerian Kooperasi dan Usaha Kecil Menengah.

“Seharusnya dari awal izin investasi dari satu pintu. Adapun jika Kementerian Perdagangan mengeluarkan izin, apabila sifatnya melibatkan pengumpulan dana, dia harus berada di bawah OJK,” kata Bhima.

Selain itu, Bhima menyoroti penindakan OJK yang dinilai belum terlalu asertif.
“Selama ini, OJK sifatnya pasif.

OJK baru bertindak jika ada pengaduan. Proses penindakannya pun tidak bisa menjamin uang yang dibawa lari perusahaan investasi tidak jelas itu dapat dikembalikan ke investor,” ujar Bhima.

Soal uangnya yang lenyap, Anto, nasabah Pandawa Group, mengaku telah menempuh jalur hukum.

“Tapi dari awal saya tidak ada passion, ‘uang saya harus balik’. Sebab dari awal saya sudah berpikir, ‘saya investasi ke sini, siap-siap uang saya hilang’,” ujar Anto.

Editor : Muhammad Rizal Tanur

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.