Tiga penyidik KPK Novel Baswedan (ketiga kanan), Ambarita Damanik (keempat kanan), M Irwan Santoso (kelima kanan) saat dikonfrontasi dengan mantan anggota Komisi II DPR 2009-2014 Miryam S Haryani (kiri bawah) dalam sidang kasus korupsi E-KTP) (Foto Sigid Kurniawan)
Jakarta, kabarpolisi.com – Jaksa Penuntut Umum KPK meminta agar mantan anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani ditahan karena memberikan keterangan palsu.
“Berdasarkan pasal 174 KUHAP, kami minta yang mulia menerapkan Miryam untuk ditetapkan sebagai saksi yang memberikan keterangan palsu dan dilakukan penahanan kepada yang bersangkutan,” kata Ketua tim JPU KPK Irene Putri dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
Miryam pada hari ini menjadi saksi untuk kasus tindak pidana korupsi pengadaan pekerjaan KTP elektronik (KTP-E), namun ia mencabut semua Berita Acara Pemeriksaan (BAP) karena mengaku ditekan penyidik KPK saat diperiksa sebagai saksi di KPK.
Pasal 174 KUHAP menyebutkan “(1) Apabila keterangan saksi di sidang disangka palsu, hakim ketua sidang memperingatkan dengan sungguh-sungguh kepadanya supaya memberikan keterangan yang sebenarnya dan mengemukakan ancaman pidana yang dapat dikenakan kepadanya apabila ia tetap memberikan keterangan palsu.”
Ayat (2) Apabila saksi tetap pada keterangannya itu, hakim ketua sidang karena jabatannya atau atas permintaan penuntut umum atau terdakwa dapat memberi perintah supaya saksi itu ditahan untuk selanjutnya dituntut perkara dengan dakwaan sumpah palsu.
Ayat (3) Dalam hal yang demikian oleh panitera segera dibuat berita acara pemeriksaan sidang yang memuat keterangan saksi dengan menyebutkan alasan persangkaan, bahwa keterangan saksi itu adalah palsu dan berita acara tersebut ditandatangani oleh hakim ketua sidang serta panitera dan segera diserahkan kepada penuntut umum untuk diselesaikan menurut ketentuan undang-undang ini.
Ayat (4) Jika perlu hakim ketua sidang menangguhkan sidang dalam perkara semula sampai pemeriksaan perkara pidana terhadap saksi itu selesai.
Atas permintaan JPU KPK itu, majelis hakim meminta agar pemeriksaan saksi dilanjutkan lebih dulu.
“Majelis berpendapat mengenai apa yang disampaikan tadi, kami memandang perlu lebih lanjut kita dengar keterangan saksi-saksi lain sehingga tidak berhenti menempuh proses hukum saat ini,” kata ketua majelis hakim Jhon Halasan Butarbutar.
Dalam sidang, Miryam mencabut BAP dan membantah menerima uang dari terdakwa Sugihartao. “Saya tidak pernah menerima uang,” kata Miryam. Atas keterangan itu, Sugiharto pun membantahnya.
“Bahwa saksi ini telah menerima 4 kali pemberian dari saya, uang yang pertama Rp1 miliar, kedua 500 ribu dolar AS, 100 ribu dolar AS, keempat, Rp5 miliar jadi ditotal 1,2 juta dolar AS,” kata Sugiharto.
Dikutip dari Antara.com dalam dakwaan disebutkan bahwa Miryam mendapat uang dari Sugiharto dan membagikan kepada 4 orang pimpinan komisi II DPR Chaeruman, Ganjar, Teguh, Taufik Effendi masing-masing 25 ribu dolar AS, 9 kapoksi masing-masing 14 ribu dolar AS termasuk ketua kelompok fraksi (kapoksi) merangkap pimpinan komisi, 50 anggota Komisi II DPR masing-masing 8 ribu dolar AS termasuk pimpinan komisi dan Kapoksi.
Terdakwa dalam kasus ini adalah mantan Direktur Jendera Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto.
Selain keduanya, KPK juga baru menetapkan Andi Agustinus alias Andi Narogong sebagai tersangka kasus yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp2,314 triliun dari total anggaran Rp5,95 triliun. (rizal/hamzah)