Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus.
Jakarta – Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus menanggapi langkah ICW yang melaporkan Ketua KPK Firli Bahuri kepada Bareskrim Polri tentang dugaan gratifikasi dalam kasus penyewaan helikopter.
“Laporan ICW harus dipandang sebagai bukan upaya hukum yang beritikad baik. Sebab, ICW telah mengesampingkan hubungan hukum yang bersifat perdata yang di dalamnya melekat hak Firli Bahuri yang dilindungi asas kekebebasan berkontrak dan asas konsensualitas menurut KUH Perdata,” kata Petrus Selestinus, Rabu (11/8).
Menurut Petrus, apapun jabatan yang melekat pada Firli Bahuri termasuk jabatan selaku Ketua KPK, tidak serta merta menghilangkan atau mencabut hak-hak keperdataan Firli Bahuri dan seluruh Pimpinan KPK, dalam melakukan hubungan hukum dengan pihak ketiga (sewa menyewa, jual beli dan lain-lainnya), kecuali hubungan hukum yang dilarang oleh ketentuan pasal 36 jo pasal 65 dan 66 UU KPK.
Dalam tindakan sewa menyewa Helikopter dengan pihak ketiga, menurut Petrus, Firli Bahuri dilindungi haknya berdasarkan asas kebebasan berkontrak dan asas konsensualitas sebagaimana dimaksud dalam pasal 1338 dan pasal 1320 KUH Perdata.
Ketentuan tersebut menyatakan bahwa setiap orang bebas untuk mengadakan suatu perjanjian yang memuat sayarat-syarat perjanjian dan syarat harus adanya kesepakatan para pihak.
Oleh karena itu, menurut Petrus, ICW seharusnya membawa persoalan sah tidaknya penyewaan helikopter oleh Firli Bahuri ke ranah Perdata terlebih dahulu.
Melalui gugatan perdata, kata Petrus, akan menguji, apakah hubungan hukum dalam perjanjian sewa menyewa Helikopter, termasuk dalam hubungan hukum yang terlarang, atau apakah bertentangan dengan pasal 1338 jo pasal 1320 KUH Perdata.
Advokat senior Peradi ini mengungkapkan Bareskrim Polri bisa saja dalam penyelidikannya menyimpulkan dan menetapkan bahwa Penyelidikan Laporan Polisi ICW terhadap Firli Bahuri dihentikan. Sebab, tidak masuk dalam ruang lingkup Tindak Pidana Korupsi.
“Oleh karena itu, harus diuji terlebih dahulu secara perdata apakah perjanjian sewa menyewa Helikopter itu, sebagai hubungan yang terlarang sehingga berakibat tidak sahnya penyewaan Helikopter dimaksud,” kata dia.
Petrus menilai Bareskrim segera menghentikan penyelidikan terhadap Firli Bahuri, karena prematur dan tidak masuk dalam ruang lingkup wewenang Bareskrim.
Sebab, masalahnya Perdata yang menjadi wewenang Pengadilan Perdata untuk menguji apakah Perjanjian Penyewaan Helikopter itu sah atau tidak.
Petrus menegaskan tidak ada alasan hukum yang kuat bagi ICW untuk memaksakan kehendak meminta Bareskrim Polri melakukan Penyidikan atas laporan Polisi tentang Penyewaan Helikopter.
Petrus beralasan dalam Laporan ICW itu, terkandung persoalan hak keperdataan Firli Bahuri yang melekat yaitu Perjanjian Sewa Menyewa yang hanya bisa diuji keabsahannya oleh Pengadilan Perdata, sehingga hal itu di luar wewenang Bareskrim Polri.
“Masalahnya sekarang adalah apakah ICW punya legal standing, siapa yang dirugikan akibat penyewan Helikopter oleh Firli Bahuri, apakah Pemilik Helikopter atau ICW yang dirugikan atau ada kelompok lain,” ungkap Petrus.
Menurut Petrus, ICW sendiri bukanlah pihak di dalam Penyewaan Helikopter atau ICW ingin bertindak atas nama kepentingan kelompok lain.
Oleh karena itu, Petrus mempersilakan ICW melakukan gugatan perdata secara calss action atau perwakilan kelompok.
ICW tampak telah menyimpang dari visi ICW dan menjadikan ICW sebagai instrumen untuk selalu mencari masalah, menciptakan masalah dan hanya ditujukan kepada pejabat tertentu di KPK.
“Ini sudah masuk dalam kategori politicking, karena misi ICW adalah melakukan peran serta masyarakat dalam Pemberantasan Korupsi di semua aparat pemerintah dan penegak hukum, tidak melulu menjadikan Firli Bahuri, sebagai target character assassination,” ujar Petrus Selestinus.(Red/JPNN)