PADANG – Pihak kepolisian sampai saat ini masih terus memproses kasus Surat Gubernur Sumbar yang dipakai untuk meminta sumbangan pembuatan buku Profil Sumbar dalam berbagai bahasa.
“Kasusnya masih lanjut. Sampai hari ini kami sudah periksa 14 orang saksi terkait surat Gubernur Sumbar ini,” jelas Kasat Reskrim Polrestabes Padang AKP Rico Fernanda, SH,MH kepada wartawan di Padang, Rabu (15/9).
Publik sempat pesimis kasus Surat Gubernur Sumbar akan terhenti setelah Kapolrestabes Padang menyatakan kasus penipuannya tidak terbukti.
“Kalau penipuan (memang) tidak terbukti sebab tanda tangan dan suratnya asli dari Gubernur.” ujar Rico.
Tetapi yang sedang dikejar pihak Polrestabes Padang saat ini adalah sekaitan dengan kasus korupsi dalam kasus surat tersebut.
“Kalau soal korupsi, itu baru lagi. Kita lihat apakah ada pidana atau tidak. Tergantung (gelar perkara),” ucapnya.
Menurut Rico, dari 14 orang saksi yang telah diperiksa, termasuk Sekdaprof Hansastri dan orang dekat Mahyeldi, Eri Santoso.
Sebaliknya terdapat 21 pihak yang telah dimintakan bantuan oleh kelompok yang mengatasnamakan perusahaan yang akan menerbitkan buku Profil Sumbar tersebut.
Total dana yang sudah terhimpun dari 21 pihak tersebut mencapai Rp170 juta. Mereka yang dimintakan sumbangan ini berasal dari kalangan perguruan tinggi, pengusaha, BUMN dan termasuk rumah sakit.
Rico mengatakan polisi bakal memeriksa pihak-pihak yang ikut menerima surat dan memberikan uang dalam waktu dekat ini.
Kronologis Kasus
Pemeriksaan kasus ini berawal dari surat bernomor 005/3984/V/Bappeda-2021 tertanggal 12 Mei 2021 tentang Penerbitan Profil dan Potensi Provinsi Sumatera Barat.
Surat itu berisi permintaan sumbangan terkait penerbitan buku.
“Sehubungan dengan tingginya kebutuhan informasi terkait dengan pengembangan, potensi, dan peluang investasi di Provinsi Sumatera Barat oleh para pemangku kepentingan, maka akan dilakukan penyebarluasan dan pemenuhan kebutuhan informasi tersebut dengan menerbitkan buku profil ‘Sumatera Barat Provinsi Madani, Unggul dan Berkelanjutan’ dalam versi bahasa Indonesia, bahasa Inggris, serta bahasa Arab serta dalam bentuk soft copy,” demikian tertulis dalam surat tersebut seperti dilihat detikcom.
“Diharapkan kesediaan Saudara untuk dapat berpartisipasi dan kontribusi dalam mensponsori penyusunan dan penerbitan buku tersebut,” lanjut surat yang juga dibubuhi stempel resmi Gubernur Sumbar.
Polisi sebenarnya sempat mengamankan lima orang yang membawa surat permintaan sumbangan ini karena diduga melakukan penipuan. Namun belakangan, surat ini ternyata asli. Polisi mengungkap ada duit Rp 170 juta yang telah terkumpul dan masuk ke rekening pribadi, namun tak menyebut rekening siapa.
Polisi terus menyelidiki kasus surat sumbangan yang terdapat tanda tangan Gubernur Sumatera Barat (Sumbar) Mahyeldi untuk penerbitan buku.
Polisi mengamankan surat tersebut lebih dari tiga dus yang belum disebar. Surat minta sumbangan yang diteken Gubernur Sumbar
Mahyeldi juga telah buka suara soal surat permintaan sumbangan ini. Dia menyerahkan penjelasan soal surat tersebut kepada Sekda.
“Itu kan administrasi ya, administrasi di Sekda, Sekretaris,” ucap Mahyeldi saat ditemui setelah melayat ke rumah duka Elly Kasim di Pulogadung, Jakarta Timur, Rabu (25/8).
Pengajuan Hak Angket
Polemik surat minta sumbangan yang diteken Mahyeldi tak berhenti usai sang Gubernur buka suara. 33 anggota DPRD yang menilai ada pelanggaran terkait surat ini mengajukan penggunaan hak angket terhadap Mahyeldi.
Usulan penggunaan hak angket itu disampaikan 33 dari 65 orang anggota DPRD Sumbar. Mereka terdiri dari tiga fraksi dan satu partai, yakni Fraksi Demokrat, Fraksi Gerindra, Fraksi PDIP-PKB dan partai NasDem. Rekan NasDem di Fraksi PPP-NasDem belum menentukan sikap.
Anggota DPRD Sumbar dari Demokrat, Nurnas, mengatakan pengajuan hak angket merupakan bagian dari pengawasan DPRD terhadap Pemprov Sumbar. Para pengusul berharap dukungan penuh dari DPRD hak angket bisa digunakan.
“Kami tadi secara resmi telah mengusulkan agar diagendakan penggunaan hak angket. Tentu kita berharap dukungan penuh dari DPRD agar ini bisa jadi keputusan bersama,” kata dia, Selasa (14/9).
“Kita berkewajiban untuk melakukan pengawasan atas jalannya pemerintahan. Kita ingin adanya keamanan dan kenyamanan atas jalannya pemerintahan,” sambungnya. (*)
Awaluddin Awe