Ilustrasi
Jakarta – Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo mengeluarkan perintah tegas kepada pimpinan satuan di jajaran Polri. Perintah itu berupa tindakan tegas kepada anggota Polri yang melanggar aturan.
Kapolri juga meminta kepada seluruh pimpinan agar tidak antikritik dan menerima masukan dari masyarakat.
“Perlu tindakan tegas, jadi tolong jangan pakai lama. Segera copot, PTDH (pemberhentian tidak dengan hormat) dan proses pidana. Segera lakukan dan ini menjadi contoh bagi yang lainnya. Saya minta tidak ada Kasatwil (Kepala Satuan Wilayah) yang ragu. Bila ragu, saya ambil alih,” kata Listyo dalam arahannya kepada jajaran melalui Video Conference dari Mabes Polri, Jakarta, Selasa (19/10).
Ia menyebutkan bahwa perbuatan anggota kepolisian yang tak taat aturan merusak marwah Korps Bhayangkara hingga menciderai kerja keras personel yang telah bekerja maksimal untuk masyarakat.
Menurutnya, banyak tindakan perjuangan anggota Polri yang positif. Misalnya, berjibaku dalam penanganan Covid-19 mulai dari penyaluran bansos, akselerasi vaksinasi dan memastikan protokol kesehatan berjalan baik.
“Saya tidak mau ke depan masih terjadi hal seperti ini, dan kita harus melakukan tindakan tegas. Karena kasihan anggota kita yang sudah kerja keras, yang cape yang selama ini berusaha berbuat baik, terus kemudian hancur gara-gara hal-hal seperti ini,” jelas dia.
Menurut Listyo, pemberian sanksi tegas dapat memberi efek jera. Kelakuan anggota polisi yang tak taat aturan, kata dia, berpotensi menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi.
Mantan Kabareskrim itu mengatakan bahwa jajaran kepolisian harus mampu membaca situasi kapan harus mengedepankan pendekatan humanis, dan kapan melakukan tindakan tegas.
Anggota polisi, kata dia, sudah memiliki prosedur tetap dalam menjalankan tugas di lapangan sesuai dengan langkah-langkah yang diatur.
Sigit juga menyampaikan apresiasi kepada seluruh masyarakat yang telah memberikan masukan dan kritiknya. Menurutnya, semua aspirasi tersebut akan dijadikan bahan evaluasi demi kebaikan dan kemajuan.
Dia memastikan Polri adalah lembaga yang terbuka, sehingga tidak anti-kritik. Apalagi masukan yang sifatnya membangun untuk menjadikan lebih baik lagi kedepannya.
“Jangan anti-kritik, apabila ada kritik dari masyarakat lakukan introspeksi untuk menjadi lebih baik,” tandasnya.
Sebagai informasi, sejumlah tindakan kepolisian dalam beberapa waktu terakhir memicu kontroversi.
Beberapa kasus kekerasan hingga perilaku kepolisian dinilai tak bertentangan dengan kode etik profesi dan disiplin Korps Bhayangkara.
Di Kabupaten Tangerang misalnya, seorang anggota polisi yakni Brigadir NP membanting ala smackdown terhadap mahasiswa yang melakukan aksi demo di depan Kantor Bupati Tangerang.
Korban yang diketahui adalah mahasiswa UIN SMH Banten, Fariz itu bahkan sempat mengalami kejang-kejang.
Kemudian, di Deliserdang, Sumatera Utara, seorang polisi yang memukuli pria hingga terkapar di jalanan. Pria tersebut tak bisa melawan dan langsung terkapar di jalan.
Tak hanya aksi kekerasan, proses hukum juga disorot. Misalnya, kasus dugaan pencabulan yang dilakukan oleh seorang aparatur sipil negara (ASN) terhadap tiga anaknya di Luwu Timur, Sulawesi Selatan (Sulsel). Kasus ini pernah dihentikan, hingga akhirnya proses penyelidikan kembali dibuka. /zal