MAHYELDI
PADANG – Setali dua uang dengan Polresta Padang, Polda Sumbar melalui Ditreskrimsus menghentikan juga proses penyelidikan kasus Surat Gubernur Sumbar yang dilaporkan Projo Sumbar.
Sebelumnya Polresta Padang juga menghentikan penyelidikan kasus surat Gubernur Sumbar yang dipakai untuk mendapatkan donasi penerbitan buku Profil Sumbar dalam tiga bahasa, Indonesi, Arab dan Inggris.
Alasan penghentian perkara surat Gubernur Sumbar oleh Polresta Padang adalah karena tidak ditemukan unsur penipuannya. Sebab surat tersebut diteken Mahyeldi sebagai Gubernur Sumbar, bukan pribadi.
Dan apa alasan Polda Sumbar menghentikan penyelidikan kasus surat Gubernur Sumbar ini?.”Alasan mereka karena kurang alat bukti,” jelas Ketua DPD Projo Sumbar, Husni Nahar kepada Kabarpolisi com, Senin (1/11).
Karena tidak puas atas keputusan Ditreskrimsus Polda Sumbar menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyelidikan (SP2Lidik) kasus surat Gubernur Sumbar ini, Nahar pun berkirim surat ke Dirreskrimsus Polda Sumbar.
Nahar sebagai pelapor tunggal dalam perkara ini mengaku tidak puas dengan kinerja jajaran Dirreskrimsus Polda Sumbar, dalam menangani kasus ini.
“Masak dalam tempo tiga hari setelah keluarnya surat perintah dimulainya proses penyelidikan, kemudian tiga hari setelah itu keluar surat perintah penghentian penyelidikan. Kesannya kok terlalu cepat, ada apa. Itu yang kami tanyakan ke Dirreskrimsus Polda Sumbar melalui surat,” papar Nahar.
Nahar juga berencana akan melaporkan penghentian perkara ini ke Dit Propam Mabes Polri untuk menelusuri kecukupan alasan materil dari penghentian penyelidikan oleh Polda Sumbar.
Ketua DPD Projo Sumbar ini melihat para penyidik kasus surat Gubernur Sumbar ini terlalu menyederhanakan substansi kasus ini, sebagai kasus yang memakan waktu lama dalam prosesnya, dengan tidak melihat aspek pelanggaran hukum dan wewenang gubernur Sumbar dalam penerbitan surat tersebut.
Padahal, sudah jelas dan tegas disebutkan di dalam Undang undang Tindak Pidana Korupsi pasal 12e, bahwa jika korban tidak melapor maka Gubernur bisa dikenakan pasal gratifikasi dan jika korban melapor maka gubernur akan terkena pasal korupsi.
Korupsinya dimana? Karena dalam proses penghimpunan dana pembuatan buku tersebut, dananya masuk ke rekening salah satu calon tersangka penerbit buku itu, bukan ke rekening tim atau rekening Pemprov Sumbar sebagai user.
Dilihat dari sudut biasanya memang sudah biasa kepala daerah yang memberikan surat rekomendasi kepada pihak ketiga. Namun dalam status dan kedudukan hukum tipikor, kasus Surat Gubernur Sumbar tidak bisa dikatakan hal biasa, dan kemudian membuat pihak polisi emoh memeriksanya.
“Saya berpijak kepada azas sudah terjadi pelanggaran hukum dan wewenang Gubernur Sumbar dalam penerbitan surat yang dipakai untuk mencari dana penerbitan buku Profil Sumbar. Dan kami ingin status itu jelas juga secara hukum. Jika tidak maka hal ini akan menjadi preseden,” tegas Nahar lagi.
Kabid Humas Polda Sumbar Kombes Pol Satake Bayu Setiono yang dimintakan konfirmasinya perihal penghentian kasus Surat Gubernur Sumbar ini masih belum memberikan jawaban. (*)
Awaluddin Awe