Adyaksa Dault
JAKARTA, kabarpolisi.com – Mantan Menpora Adyaksa Dault membantah dirinya anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Sehubungan beredarnya video yang memperlihatkan dirinya dan beberapa tokoh HTI lainnya dalam rekaman video itu, dia menegaskan video tersebut sudah tidak relevan karena dibuat tahun 2013.
“Dalam acara tersebut saya hanya sebagai undangan. Saya bukan simpatisan HTI apalagi anggota HTI,” tegas Adhyaksa seperti dikutip Republika.co.id Senin hari ini.
Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Adhyaksa Dault perlu menuliskan, penjelasan terkait video Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di laman facebooknya. Menurutnya, Pancasila adalah kesepakatan pendiri Republik Indonesia. NKRI selamanya, NKRI harga mati.
“Di dalam video itu, saya difitnah anti-Pancasila dan anti-NKRI. Bagaimana mungkin saya dituduh anti-Pancasila? Saya ikut pengkaderan dari bawah, sejak kuliah saya mengikuti Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), Tarpadnas (Penataran Kewaspadaan Nasional (Tarpadas), Suspadnas (Kursus Kewaspadaan Nasional). Saya mengikuti Bela Negara dan sebagai kader Bela Negara, dan banyak lagi,” ujarnya.
Adhyaksa menambahkan, setiap dia melakukan kunjungan ke daerah, dirinya selalu menyampaikan pada generasi muda agar mempertahankan dan merawat Pancasila, UUD 45, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. “Tahun 2016 kemarin, saya menggagas lomba foto #PramukaPancasila agar generasi muda menghayati dan mengamalkan Pancasila. Boleh teman-teman telusuri di internet,” tutur Menteri Pemuda dan Olahraga Periode 2004-2009 tersebut.
Bukan Khilafah ala HTI
Mengenai khilafah islamiyah, Adhyaksa Dault menjelaskan, bahwa itu memang ada hadistnya, tapi khilafah yang dimaksud adalah khilafah islamiyyah yang rosyidah, bukan khilafah yang berarti meniadakan negara, bukan khilafah versi Hizbut Tahrir, apalagi ISIS dan sebagainya.
“Terkait video itu, harus dilihat juga tempat dan waktu saya berbicara, itu video empat tahun lalu. Sekarang tahun 2017, artinya video tersebut tidak relevan,” ungkapnya.
Menurut Adhyaksa, saat ini, tidak ada persatuan Islam, hal itu terlihat dari hari raya yang berbeda-beda. Sedangkan jika ada khalifah, perbedaan-perbedaan dalam ibadah-ibadah tersebut bisa ditiadakan.
“Sekali lagi, ini bukan khilafah yang meniadakan negara. Jadi Pancasila, UUD 45, NKRI Bhinneka Tunggal Ika harus kita pertahankan dan kita rawat untuk generasi selanjutnya. Pancasila sudah menjadi kesepakatan pendiri Republik Indonesia. NKRI harga mati,” kata Adhyaka (guntur)