Wawancara Eksklusif Brigjen Polisi Aris Budiman : Novel Selalu Menentang Saya

Aris Budiman


JAKARTA, kabarpolisi.com
– Brigadir Jenderal Polisi Aris Budiman akhirnya buka-bukaan. Meski dilarang pimpinan, Direktur Penyidikan (Dirdik) KPK itu tetap datang memenuhi undangan Panitia Khusus Angket DPR.

Intrik, klik dan friksi antarkelompok di tubuh KPK pun seketika menyeruak. Lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) 1988 ini, bermaksud mengklarifikasi tudingan yang kerap menghampiri dirinya.

Aris mengaku kebijakan diambilnya sebagai Direktur Penyidikan selalu ditentang Novel Baswedan Cs. Mantan Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri itu merasa tak seperti Direktur Penyidikan di KPK, karena seperti ‘diatur’.

Sebelum bekerja di KPK, Aris pernah menjabat Direktur Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Metro. Aris masuk di KPK per 16 September 2015, saat dilantik Taufiequrahman Ruki, Plt Ketua KPK ketika itu.

Kepada wartawan, termasuk CNNIndonesia.com, Kamis (7/9), Aris blak-blakan tentang ‘sejarah’ konfliknya dengan Novel Baswedan. Berikut petikannya:

Sejauh ini, opini yang berkembang Polri vs KPK seperti apa?

Enggak, ini personal saya. Saya yang diserang.

Penyerangan di dalam internal KPK sendiri dari kapan?

Sebenarnya begini, tugas saya kan sebagai Direktur (Penyidikan). Kalau kita bersikap profesional, kan ada penyidik, dia diangkat. Sama dengan rekan-rekan wartawan, diangkat sebagai penyidik. Maka dia harus berperan sebagai seorang penyidik. Dia (saya) enggak boleh berperan sebagai seorang Direktur.

Kebijakan-kebijakan saya enggak (dihargai), kan bukan dia (Direktur Penyidikan. Boleh memberikan saran, tapi saya yang melaksanakan semuanya. Dalam proses pelaksanaan ini, saya 29 tahun sebagai birokrat. Saya lakukan yang terbaik. Ada semua tanda tangan pimpinan, persetujuan. Tapi sering kali pada saat eksekusi tidak pernah.

Dari deteksi diri, kenapa diserang?

Loh, karena saya tidak mengikuti gaya mereka (Novel Baswedan cs) barangkali, atau saya enggak tahu seperti apa. Karena, artinya begini, Polri, saya polisi, yang tahu bagaimana administratur, bagaimana mengelola suatu Direktorat. Nah (di Polda Metro) sama saya lakukan, Tipikor (Mabes Polri) saya yang tadinya lemah, tapi saya bisa percepat sampai akhir 2015. Itu target yang kita capai sampai 200 sampai 300 persen. Artinya ada barangkali memang yang tidak nyaman dengan gaya (saya). Saya tidak tahu. Mereka (KPK) selama ini kosong Direkturnya. Nah kalau anda mau wawancarai, bisa wawancarai salah satu di Tipikor (Mabes Polri) itu, pak Nugroho namanya. Waktu saya belum masuk, apa yang terjadi, saya enggak tahu. Tapi dia banyak tahu, yang di dalam seperti apa.

Banyak yang bilang ini ‘perang’ Polri dengan LSM?

Saya enggak bisa bilang perangnya Polri dengan LSM. Ini antara saya dan (Novel). Makanya saya bilang tadi, kita tidak bisa melibatkan institusi, tetapi karena saya anggota Polri tentu perbuatan-perbuatan saya, kalau itu tercela, Polri pasti juga tercela.

Sudah mendeteksi manuver mereka (Novel Baswedan cs) sejak kapan?

Mulai, artinya saya sejak mulai menolak ide-ide mereka, tentang misalnya bentuk satgas. Sejak awal sebenarnya, mereka waktu (saya) selesai induksi ya, mereka mengusulkan Koordinator Satgas. Saya bilang, ‘enggak.’ Saya ini sekolahnya adiministrasi kepolisian. Saya katakan, ‘kita ini lembaga penegak hukum.’ Polri, kalau setiap orang di dalamnya, apalagi penegak hukumnya, penyidik, penuntut, setiap orang sudah harus tahu bertanggung jawab perbuatan-perbuatannya itu. Karena apa, kita akan melanggar hak asasi orang, itu. Kalau Koordinator, di mana posisinya, pada saat misalnya, kalau kita akan melanggar hak asasi orang, tidak bisa memberi perintah. Ini sifatnya mengkoordinir. Kalau ada apa-apa dia tidak bisa mempertanggung jawabkan, yang tetap bertanggung jawab tetap Kasatgas dengan Direktur ke atas, enggak match. Itu selalu diusulkan pada saya dan selalu saya tolak.Lalu mereka membicarakan bahwa karir fungsional nanti mentok, enggak seperti itu. Justru kalau boleh ya jadikan struktural Kasatgas itu, dites siapa pun boleh masuk di sana, para penyidik. Jadi ada kompetisi, tapi itu ditolak. Seperti itu. Mereka bangun supaya orang-orang itu, yang saya bilang, klik itu yang saya bilang, intrik. Di (Biro) SDM, di (Direktorat) Monitor, di (Direktorat) PI (Pengawasan Internal), ini vital semuanya. Di (Direktorat) PJKAKI (Pembinaan Jaringan dan Kerja Sama Antar Komisi dan Instansi), ini yang vital-vital semuanya di situ.

BACA JUGA  Dewinta Pringgodani Akan menjadi Staf Khusus Presiden Prabowo Periode 2024 - 2029

Kenapa mereka menempati pos-pos itu?

Saya tidak tahu. Tanyakan kepada mereka. Mereka selalu curiga sama kami, dari Polri bahwa tukang pembocor, dan sebagainya. Terserah mereka. Ada apa, saya belum bisa menebak. Intinya seperti itu bagi saya.

Ketika datang ke Pansus Angket DPR, posisi dengan pimpinan KPK bagaimana?

Sampai sekarang belum ada. Ini saya enggak tahu, belum ada panggilan. Biasanya diperiksa dulu baru dibentuk (Majelis) DPP (Dewan Pertimbangan Pegawai KPK). Belum ada panggilan. Tapi rekan-rekan dari Wadah Pegawai (KPK) sudah menghubungi saya, kalau bapak nanti misalnya ada diperiksa berkaitan dengan datangnya ke Pansus itu, mereka akan mendampingi, dan saya ucapkan terima kasih.

Seluruh penyidik pernah dikumpulkan untuk berbicara bersama?

Saya waktu kapan itu, saya biarkan tenang dulu semuanya, tapi yang jelas saya sudah buat pernyataan bahwa saya tidak pernah melakukan itu (bertemu dengan Anggota Komisi III DPR). Saya tidak pernah melakukan itu.

Apa mereka meminta klarifikasi soal kondisi ini?

Sampai sekarang enggak. Dan mereka tahu dan saya lihat enggak mungkin. Itu peristiwa setelah, Novel datang ke saya dengan mas Irwan (penyidik KPK), yang diperiksa di Pengadilan. Saya sudah tahu, (saya bilang) laporkan ke PI (Pengawas Internal), supaya jelas semuanya. Saya beritahu, itu tanggal 1 Desember kalau enggak salah, 2016.
Pemeriksaan 1 Desember. Kira-kira dua atau tiga hari kemudian, (Novel) datang dengan Irwan memberitahu (hasil pemeriksaan Miryam S Haryani). Itu yang saya ucapkan, laporkan ke PI.

Soal SP2 Novel yang muncul ke publik ceritanya bagaimana?

Ya itulah rangkaian. Barangkali tadi yang saya (ceritakan) tolak ide-idenya mereka. Terus sudah menunjuk siapa yang harus jadi Kasatgas, sekarang kita Direktur (Penyidikan). Ini tuh ada semuanya, nanti di sidang muncul semuanya itu. Dia (Novel) sudah kirim email kepada saya. Dia sudah isi Koordinator, namanya sudah isi, siapa yang jadi, saya pikir tidak seperti itu. Saya Direktur.

Jadi seolah-olah pekerjaan Anda dilangkahi?

Itu, itu yang saya bilang, harusnya kita bersikap profesional, status saya apa. Kalau saya Direktur, ya saya ‘men-direct.’ Saya yang mengerjakan itu. Kalau penyidik, KUHAP menyatakan orang yang mencari bukti dan sebagainya. Mencari bukti, bukan menjadi pekerjaan saya, seperti itu. Carilah bukti, boleh memberikan saran kepada saya, tentunya. Maka dipasanglah ke SDM, orang-orang itu, supaya apa yang ingin saya lakukan kepotong semuanya.

Sebenarnya jenjang (pangkat) penyidik di KPK seperti apa?

Masuk sekarang ini lihat, ada yang namanya level itu, 15, kemudian 15-1, 2, 3, kemudian naik lagi 16-1, 2, 3, 4, 5 itu. Itu kan kalau di Polri seperti pangkat.

Kalau yang dari Polri masuk ke KPK?

Saya jadikan mereka seperti ‘Rookie,’ artinya pemula semuanya. Jadi kalau pangkatnya di sini 15, mau AKBP, mau Kompol, masuk 15. Saya enggak ingin menggangu stabilitas organisasi.

Di tingkat mana penyidik bisa menjadi Kasatgas?

Lama. Dia harus sudah menjadi penyidik senior, sudah tingkat 17 atau 18. Nah itu waktu yang sangat lama. Setiap dua tahun naik. 15-1 misalnya sekarang, dua tahun berikutnya kalau yang reguler 15-2. Dua tahun berikutnya 15-3, 15-4, dia bisa naik, 15 itu 10 tahun baru bisa naik ke 16.

BACA JUGA  Dewinta Pringgodani Akan menjadi Staf Khusus Presiden Prabowo Periode 2024 - 2029

Artinya ada jenjang yang cukup panjang?

Ya cukup panjang. Itu jenjang karir seperti itu menurut saya. Kalau idenya, dia (Novel) protes bahwa tidak memperhatikan jenjang karir dari fungsional. Saya bilang jadikan Kasatgas itu jadi struktural. Jadi siapa pun penyidik, dibuat aturannya, misalnya yang sudah mencapai 16 atau 17 boleh menjadi Kasatgas, tapi dites, gitu.

Semenjak menjadi Direktur Penyidikan, bagaimana sistemnya?

Ya pengangkatan, dari Direktur yang memilih, ini yang jadi Kasatgas.

Saat melakukan OTT, memang harus ada tim sendiri-sendiri?

Di sana (KPK) integritas itu, karena enggak mau bocor semuanya, sehingga kita enggak ini, itu.

Siapa Kasatgas yang ditunjuk?

Ya sampai sekarang Kasatgas masih seperti yang kemarin.

Belum ada perubahan?
Artinya belum bisa merubah sistem yang lama?

Sistem yang ada sebenarnya begini, rekan-rekan jangan melihat bahwa ada tradisi lama yang tidak (bagus), enggak, enggak seperti itu. Itu yang saya bilang tadi. Di bawah sebenarnya, sistem ini bagus, profesional semuanya, penyidik bagus sekali. Sampai sekarang enggak ada yang bebas. Semuanya dijalankan dengan sedemikian rupa, dengan baik. Tetapi ada yang berkaitan dengan pengelolaan organisasi, itu yang jadi masalah. Misalnya saya mau merekrut penyidik Polri mereka enggak setuju, harusnya lebih rekrut yang internal. Bagi saya, rekrut internal, kemarin rekrut internal banyak.

Kenapa dia tak setuju?

Saya kurang tahu.

Berapa orang yang menolak itu?

Saya enggak bisa menebak ya, tapi saya bilang tadi.

Ada 20 orang?

Saya kurang tahu, karena harus kita petakan orang-orangnya siapa di dalam.

Rekrutan kemarin yang terakhir seperti apa?

Terbuka. Kalau sudah seperti itu (rekrutmen) terbuka. Mereka dites dulu, kemudian dilatih, secara bertahap.

Soal SP2, awalnya diberikan SP2, lalu dicabut. Sebenarnya cerita yang sesungguhnya bagaimana?

Pimpinan (KPK) tentu yang memberikan SP2. Tapi saya tidak tahu seperti apa pertimbangannya, sehingga di-hold istilahnya.

Ada desas-desus pencabutan SP2 dilakukan karena pimpinan ditekan masyarakat sipil?

Bisa tanyakan ke pimpinan.

Pimpinan KPK?

Pimpinan KPK. Kalau pimpinan, saya bilang pimpinan. Kalau deputi saya bilang deputi.

Kalau dari lima pimpinan yang setuju dengan ide Anda siapa?

Artinya kita jangan, inikan pimpinan. Cuma saat eksekusi ada yang ini, sehingga kebijakan sampai ke bawah itu sering kali terputus.

Ada cerita dimediasi, tapi gagal?

Bagaimana mau dimediasi, mereka menyudutkan, (bilang) ada penyusup, tukang pembocor. Nah sementara di luar seperti apa.

Dimediasi siapa?

Semua penyidik dikumpulkan dalam satu ruangan.

Itu teriak-teriak?

Bukan teriak, tapi bersuara keras.

Kondisi pimpinan sendiri?

Saya berjalan apa adanya. Biasa, semuanya biasa saja. Saya pikir semua orang boleh berpendapat.

Anda dan Novel punya visi yang sama, kalau tidak ketemu apa jalan keluarnya?

Saya punya tujuan, bisa dicek. Saya direkrut dari Mabes. Saya minta secara khusus. Saya mau bangun Cyber. Saya, bisa dicek sekarang. Anggota-anggota yang tidak benar, saya punya kewenangan, saya lakukan, anda enggak beres. Saya pindahin ke mana, ada yang protes, saya suruh Provos cek. Kasus pertama kali adalah luar biasa, trio macan. Saya sudah bersihkan semua. Tiba-tiba muncul kasus ini. Jalan apa adanya. Sebagai orang administratur seperti saya, saya ingin lanjutkan itu.

Ada jalan tengah?

Begini, kembalikan kita ke tugas profesional. Tugasnya dia apa, tugas saya apa. Kalau dia penyidik, ya sudah penyidik saja. Seperti itu. Boleh berikan ide.

BACA JUGA  Dewinta Pringgodani Akan menjadi Staf Khusus Presiden Prabowo Periode 2024 - 2029

Artinya, Anda mengharapkan pimpinan tegas, tidak bangun regulasi baru di dalam?

Seharusnya seperti itu. Itu yang saya namakan ada klik yang membuat kebijakan-kebijakan pimpinan enggak sampai di bawah. Itu seperti rekrutmen dan lain-lain.

Anda melihat pimpinan sadar kebijakan yang dibuat enggak sesuai?

Saya kurang tahu.

Rumornya lima pimpinan tidak terlalu mengerti perkara. Apa pun yang sudah dilakukan gelar perkara dan ditawarkan ke pimpinan, itu benar?

Enggak sih. Sebeneranya semua penyidik, penyelidik, penuntut sangat profesional. Jadi mereka seperti JPU, penyidik, yang dikerjakan fokus tipikor. Beda di sini (Polri), ada tindakan lain, perbankan dan lain-lain. Ini kan korupsi aja.

Setelah Anda datang ke DPR, bagaimana sikap pimpinan?

Seperti biasa saja. Kita tetap kerja.

Seberapa besar pengaruh Novel di KPK dan apa contohnya?

Itu yang saya bilang tadi, ada beberapa kebijakan yang tidak jadi eksekusi. Masalah saya enam bulan enggak selesai (soal email protes dari Novel Baswedan). Ya dia kirim saya email dengan menekan sedemikian rupa.

Soal email Novel yang dilaporkan ke Polda Metro Jaya, kapan menerima email itu?

14 Februari 2017

Kenapa baru saat ini melaporkan?

Sudah lama sebenarnya, karena ini saya waktu dikirimkan (email), diselesaikan internal dulu, tapi setelah keputusan internal, dia tidak terima. Lalu muncul seperti mas yang katakan tadi tekanan-tekanan. Lalu katanya ini di-hold, diperiksa semuanya. Muncul juga di media, seolah-olah memojokkan saya dengan peristiwa itu (SP2 Novel). Dan pada akhirnya, saya waktu itu ingin lapor, tapi tiba-tiba dia disiram air keras, kena musibah. Sungguh enggak elok melaporkan.

Ada yang bilang hadir di Pansus buka kotak Pandora, kenapa tidak diselesaikan di internal?

Buktinya seperti itu.

Sebenarnya seberapa besar permasalahan di internal KPK?

Saya begini-begini enggak mau terlalu mempermasalahkan. Artinya saya di dalam jadi tahu, saya enggak mau terlalu terbuka.

Ke depan perlu buat regulasi baru?

Saya kira itu buat sistem jangan ada orang yang powerful.

Dia statusnya penyidik senior, powerful seperti apa?

Saya enggak tahu dia bikin jaringan. Tanyakan yang bersangkutan. Belum tentu di dalam (KPK) saja.

Pimpinan seolah enggak berdaya atau apa?

Bukan enggak berdaya.

Pimpinan berharap tidak berakhir di pengadilan?

Saya harus selesaikan. Saya yang tahu potensi orang seperti apa.

Kalau terus lanjutkan itu artinya tidak percaya dengan sistem sekarang ini?

Bukan enggak percaya, saya tahu. Bayangkan dalam posisi seperti itu melempar macam-macam.

Artinya sistem yang sekarang enggak cukup akomodir penyelesaian sekarang ini?

Saya enggak mau terlalu jauh.

Soal potensi-potensi seperti apa?

Ya itu yang saya bilang tadi seberapa itu kekuatannya dia.

Kalau perkara?

Enggak ada masalah dengan perkara, semua perkara jalan.

Artinya tidak ada yang main mata?

Sampai saat ini enggak ada. Tidak tahu kalau besok-besok yah.

Apa karena peristiwa penyiram air keras, dia sebut salah satu institusi?

Bukan masalah institusi. Artinya begini, ini gimana, kalau kita kena musibah, kita harusnya introspeksi proses penyembuhan. Dalam proses seperti ini, dia melemparkan isu ke media, tidak ingin dikemukakan ke penyidik. Kalau pasti disampaikan ke penyidikan, pasti dan pimpinan Polri jelas meminta KPK, silakan kami periksa, kalau dia ngomong seperti itu. Dari BAP itu, orang itu nanti dipanggil, dicek dan lain-lain.

Dukungan dari penyidik Polri di KPK seperti apa?

Ini kerja profesional. Kalau personel ini saya sendiri, karena personal dan kehormatan saya yang (dijatuhkan). Enggak ada hubungan dengan dukung mendukung. (Rizal)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.