JAKARTA, kabarpolisi.com – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyatakan transfer dana US$1,4 miliar (sekitar Rp 18,9 Triliun) ke Standard Chartered dari wilayah Guernsey ke Singapura dilakukan oleh 81 orang pebisnis Warga Negara Indonesia (WNI).
“Dari 81 WNI tersebut tidak terdapat nama pejabat TNI, tidak terdapat nama pejabat Polri, tidak terdapat nama penegak hukum lainnya dan pejabat negara serta yang berhubungan dengan institusi tersebut. Murni 81 orang ini pebisnis,” tutur Direktur Jenderal Ken Dwijugiasteadi dalam konferensi pers di Gedung Mar’ie Muhammad DJP, Senin (9/10).
Dirjen Pajak mengaku telah menerima data tersebut dari PPATK melalui Menteri Keuangan sejak dua bulan yang lalu.
Selama periode tersebut, jajarannya terus meneliti data tersebut. Setelah dilakukan penelitian, lanjut Ken, sebanyak 62 orang WNI diantaranya telah mengikuti amnesti pajak.
“Itu baru ikut atau tidak tax amnesty, belum didalami lebih lanjut apakah harta yang ditransfer sudah dimasukkan dalam surat pernyataan,” tukas Ken.
Menurut Dirjen Pajak, banyak alasan dana tersebut ditransfer ke Singapura. Salah satunya untuk dalam rangka tax amnesty dan Automatic Exchange of Information.
“Kan mau ikut tax amnesty. Kalau ke Singapura lebih mudah mengurusnya,” katanya.
Ken menyatakan DJP akan terus melakukan pendalaman data tersebut dan diperkirakan rampung sebelum akhir bulan Oktober.
Jika wajib pajak yang belum melaporkan SPT atau mengungkap deklarasi harta dalam amnesti pajak, maka akan ditindaklanjuti dengan ketentuan dalam UU Tax Amnesty.
Hal itu sesuai PP Nomor 36/2017 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan Tertentu Berupa Harta Bersih yang Diperlakukan atau Dianggap sebagai Penghasilan.
Atas tambahan penghasilan tersebut, maka hanya akan dikenakan Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan, ditambah dengan sanksi administrasi perpajakan berupa kenaikan sebesar 200 persen dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayarkan.
Kendati demikian, jika setelah diteliti ditemukan unsur pidana, sanksi yang diberikan akan sesuai sanksi pidana perpajakan.
Muhammad Nafi