Analisa Pertarungan Pilpres 2024 Jagoan Mega Akan Melawan Jagoan Jokowi

 

Harianindonesia.id  –  Meski sama-sama berdarah banteng, Presiden Jokowi dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri diprediksi akan punya jagoan berbeda di Pilpres 2024 nanti. Jagoan mana yang akan menang? Pasti sulit ditebak. Karena, Jokowi dan Mega punya kekuatan tanding yang sama-sama saktinya.

Sebagai mantan presiden, dan ketua umum partai pemenang pemilu, kesaktian Mega tentu tak bisa diragukan lagi. Ke capres mana arah jempolnya ditujukan, akan menentukan kemenangan si capres itu. Jokowi tentu juga tak kalah sakti. Meski lebih junior dibanding Mega, tapi saat ini dan sampai 2024 nanti, Jokowi masih presiden. Jokowi tentu punya power lebih kuat. Makanya, capres yang keluar dari mulut Jokowi berpeluang besar mewarisi jabatan presiden periode 2024-2029.

Kenapa Jokowi-Mega bisa diprediksi punya jagoan beda di Pilpres 2024? Analisa ini menguat setelah belakangan ini muncul gosip hubungan Mega dengan Jokowi sedang kurang harmonis. Meskipun sudah dibantah oleh pihak Istana dan PDIP, gosip itu, tetap saja menggelinding dan jadi bola liar. Isu retaknya Jokowi-Mega diperkuat lagi dengan adanya beberapa momentum penting dimana Jokowi dan Mega tidak terlihat tampil bersama.

Mulai dari absennya Mega di pernikahan adik kandung Jokowi, Idawati dengan Ketua Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman pada Kamis (26/5), di Solo. Hingga, absennya Mega di upacara peringatan Hari Lahir Pancasila di Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT), Rabu (1/6).

Absennya Mega di dua momentum penting itu, dikaitkan dengan kehadiran Jokowi di rakernas relawan Pro Jokowi (Projo) di Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (21/5). Dihadapan para pendukungnya di Pilpres 2019 lalu itu, Jokowi sempat memberikan sinyal soal capres yang akan diusungnya.

“Mungkin saja capres yang akan kita usung ada di sini,” begitu salah satu kutipan pidato Jokowi di Rakernas Projo itu. Pernyataan itu kemudian dikaitkan dengan dukungan Jokowi kepada Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo yang saat itu, juga hadir di acara Projo.

Seperti diketahui, saat ini hubungan PDIP dan Ganjar sudah tidak akur. Meskipun berasal dari PDIP, Ganjar berulang kali ditanduk sesama banteng. Sejumlah elit banteng melancarkan serangan karena menganggap Ganjar terlalu berambisi maju sebagai capres. Padahal, di tingkatan elite PDIP, kader yang dijagokan maju sebagai capres bukanlah Ganjar, tapi Puan Maharani.

Di balik semua itu, ada isu lain yang muncul ke publik. Isu itu dilemparkan oleh Senator asal Sulawesi Selatan, Tamsil Linrung dalam sebuah wawancara di kanal YouTube Hersubeno Point. Dalam wawancara tersebut, eks politisi senior PKS itu bilang, mendengar kabar kalau Jokowi meminta Ketua Umum PPP, Suharso Monoarfa agar menjauhi PDIP. “Pembentukan koalisi ini (KIB) adalah indikasi awal bahwa ketiga partai ini membuat jarak dengan PDIP,” kata Tamsil, blak-blakan.

Ia menilai, koalisi yang dibentuk PPP, PAN dan Golkar bukan untuk kepentingan salah satu partai. “Tapi ini adalah kepentingan Pak Jokowi untuk mewariskan kepemimpinannya ini kepada Jokowi jilid berikutnya,” tambahnya.

Dengan suasana kebatinan politik demikian, Tamsil memprediksi, jagoan Jokowi akan berhadapan dengan jagoan Mega di Pilpres mendatang. Untuk jagoan Mega ini, Tamsil menyebut ada peran dari Wapres ke-10 dan 12, Jusuf Kalla.

Kata dia, saat ini, JK sangat intens melobi Mega agar mengawinkan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dengan Puan Maharani. Tak hanya ke Mega, JK disebut sudah 3 kali bertemu langsung dengan Puan. “Untuk meminta Puan supaya dia berpasangan dengan Anies,” beber mantan anggota DPR dari Fraksi PKS ini.

Respons Puan, positif. “Beberapa kali Mbak Puan itu menyampaikan, dia dengan Mas Anies itu hubungannya baik,” ungkap Tamsil.

Apa benar yang dibilang Tamsil? Politisi senior PDIP Hendrawan Supratikno angkat bicara soal kemungkinan head to head jagoan partainya dengan jagoan Jokowi, sebagaimana yang disampaikan Tamsil. Ia menilai, apa yang disampaikan Tamsil bukanlah bocoran, melainkan analisis yang didasari dengan indikasi logis.

“Pak Tamsil kan beberapa kali mengatakan indikasi. Narasinya dibangun atas dasar asumsi,” kata Hendrawan, kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Ia memastikan, apa pun yang berkembang sebelum deadline pendaftaran capres-cawapres tahun depan, yakni September 2023, adalah wacana. Termasuk isu permintaan Jokowi agar PPP menjauhi PDIP. “Istilah perintah, harapan dan aspirasi itu, spekulatif sifatnya,” sambungnya.

“Kemarin, Bu Puan kan dengan Pak Presiden, orang kaget lagi. Kita sabar, kita tunggu deadline. Partai sedang siap-siap dulu,” ingat politisi Banteng ini.

Lalu, apakah benar JK sudah 3 kali menemui Puan untuk berpasangan dengan Anies? “Mungkin lebih dari itu. Kalau silaturahim kan dimana-mana bisa terjadi,” ungkapnya.

Namun, Hendrawan tak menampik jika duet Puan-Anies bisa saja terwujud. Karena dalam politik, semua serba mungkin. Hanya tingkat kemungkinannya saja yang berbeda-beda.

“Tidak perlu kita membuat determinasi terlalu awal. Kita berharap tokoh-tokoh nasional rukun, menjalankan perintah Buya Syafii Maarif, yaitu bersaudara dalam perbedaan dan berbeda dalam persaudaraan,” ingatnya.

Sekjen PPP, Arwani Thomafi membantah klaim Tamsil yang menyebutkan Jokowi meminta bosnya menjauhi PDIP. “Tidak ada,” bantahnya, singkat.

Bagaimana analisa pakar? Peneliti ahli utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Siti Zuhro menilai, proses penjajakan politik Pilpres saat ini belum sampai pada kesimpulan. Semuanya masih cair, termasuk pembentukan KIB. Sehingga belum bisa dipastikan benar atau tidaknya Jokowi sudah punya jagoan sendiri dan siap dipertarungkan dengan jagoan Mega.

“Kita masih membaca arah ini, bahkan kalau anginnya gede sekalipun. Kita masih membaca arah, bukan kesimpulan,” kata Siti, saat diminta analisisnya, kemarin.

Namun, jika dilihat dari sejumlah peristiwa politik saat ini, ia menduga Jokowi mulai melakukan political deterrent. “Biasanya untuk menciptakan political bargaining (dengan PDIP),” lanjutnya.

Kendati demikian, ia menilai sangat tidak etis jika nantinya Jokowi benar-benar berhadapan dengan Mega. Karena, ia adalah presiden yang dibesarkan dan dimenangkan oleh mesin politik besar, yakni PDIP selaku leading party selama dua periode.

“Begitukah balasannya? Kita kan ada etika politik. Pemilu memang sarat dengan kompetisi dan kontestasi, tapi tolong yang sehat,” pesannya.

Peneliti Indikator Politik Indonesia Bawono Kumoro menilai Jokowi masih mencermati dinamika di internal PDIP. Presiden ketujuh itu diyakini tidak akan gegabah menunjukkan dukungan kepada figur yang dijagokannya secara terang benderang sebelum Mega ambil keputusan.

“Jokowi masih berusaha menjajaki komunikasi politik terhadap Ketua Umum PDI Perjuangan untuk mempertimbangkan Ganjar sebagai calon presiden yang akan diusung oleh PDI Perjuangan,” kata Bawono, tadi malam.

Nah, apabila jagoan yang diusung PDIP bukan Ganjar, ia menduga Jokowi sudah menyiapkan langkah antisipasinya. “Dengan cara mempersiapkan perahu untuk Ganjar maju dalam kontestasi,” pungkasnya.(Dwi.A.R)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.