Besarnya Biaya Perdinas PNS DKI, Menteri Keuangan Tegur Gubernur DKI Jakarta

JAKARTA, kabarpolisi.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengingatkan pemerintah provinsi DKI Jakarta untuk lebih rasional mengalokasikan anggaran belanja pegawai, salah satunya adalah tentang perjalanan dinas.

Sri Mulyani menyebut, perjalanan dinas PNS DKI Jakarta tiga kali lipat lebih tinggi dari apa yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.

“Satuan biaya uang harian perjalanan dinas di DKI sama Pusat hampir 3 kali lipatnya, Rp 1,5 juta per orang per hari di DKI, standar nasional itu hanya Rp 480 ribu per orang per hari,” kata Sri Mulyani saat acara Musrenbang DKI Jakarta di Balai Kota, Jakarta, Rabu (27/12/2017).

Wanita yang akrab disapa Ani ini menuturkan, belanja pegawai DKI Jakarta dialokasikan sebesar 36,2% dari total APBD.

“Saya sebetulnya tidak ada masalah kalau DKI membutuhkan belanja pegawai yang tinggi asal diiringi dengan kualitas pelayanan yang baik,” jelas dia.

Namun untuk penetapan biaya perjalanan dinas, Sri Mulyani meminta kepada pemerintah DKI Jakarta untuk merasionalkan kembali hitungannya.

“Jadi mungkin dirasionalisasi dari sisi it is the good way to spend your money, saya tidak mempermasalahkan how to spend-nya tapi mungkin pertanyaannya adalah apakah itu cara terbaik untuk memberikan insentif untuk perform, untuk mengkaitkan tujuan tadi seperti pengangguran, kemiskinan, dan kesenjangan,” papar dia.

Selain itu, Sri Mulyani juga mengingatkan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Sandiaga Uno terkait dengan program yang akan dijalankan. Berdasarkan catatannya, DKI Jakarta memiliki 207 program jika diterjemahkan menjadi 6287 kegiatan.

“DKI punya 207 program saya enggak tahu Pak Anies dan Pak Sandi bisa tracking enggak 207 program, tapi dari 207 program itu terjemahaannya menjadi 6287 kegiatan,” kata dia.

BACA JUGA  Kepolisian Siapkan Strategi Optimal untuk Ops Lilin 2024 Natal dan Tahun Baru

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini meminta kepada pemimpin DKI Jakarta untuk kembali memfokuskan program-program unggulan yang bisa dimonitor oleh masyarakat.

“Jadi mungkin perlu rasionalisasi dan fokus, sehingga rakyat tahu, kalau 6.000 kan susah tracking, rakyat enggak tahu mana program yang harus saya monitor, sehingga dari sisi akuntabilitas sulit,” tutup dia.(Nafi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.