Ini Cara Novanto Alirkan Dana e-KTP tanpa Transfer Bank

JAKARTA, kabarpolisi.com – Permainan siasat dan rahasia dari mantan Ketua DPR Setya Novanto, dalam menerima aliran dana e-KTP sebesar 2,6 juta dollar AS
tanpa harus melalui transfer bank dibongkar dan dibeberkan oleh Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK)

Jaksa KPK mengungkap hal itu dalam persidangan lanjutan dengan menghadirkan pengusaha money changer (penukaran uang) Juli Hara sebagai saksi untuk terdakwa Setya Novanto, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (11/1/2018) seperti dikutip dari Tribunnews.com.

Juli mengakui pernah menerima transfer uang 2,6 juta dollar Amerika Serikat dari perusahaan Biomorf Mauritius, pengiriman uang itu dicatat sebagai pembayaran software development. Padahal, Juli tidak pernah melakukan pembelian software dengan Biomorf Mauritius, yang kemudian diteruskan ke keponakan Setya Novanto, Irvanto Hendra Pambudi.

Sebelumnya JPU memapar kronologi pengiriman 2,6 juta dolar untuk Setya Novanto tanpa melalui transfer bank.

Awalnya, pada Januari 2012, keponakan Setya Novanto, Irvanto Hendra Pambudi, mendatangi Riswan, pengusaha penukaran uang di Jakarta.

Irvan mengatakan bahwa ia memiliki uang dalam mata uang dollar AS di Mauritius yang ingin ditransfer ke Indonesia.

Setelah itu, Riswan menghubungi Juli untuk membantu proses pengiriman uang. Namun, pengiriman telah direncanakan tanpa melalui bank atau menggunakan metode barter.

Juli kemudian meminta rekan sesama pengusaha penukaran uang di Singapura untuk mencari beberapa klien perusahaan yang sedang ingin membeli dollar AS.

Setelah itu, masing-masing perusahaan yang ingin membeli dollar AS diminta mengirimkan rekeningnya. Kemudian, Juli Hara menyerahkan rekening perusahaan tersebut kepada Irvanto untuk kemudian diteruskan kepada Biomorf Mauritius.

Perusahaan Biomorf Mauritius adalah perusahaan asing yang menjadi salah satu penyedia produk biometrik merek L-1. Produk tersebut digunakan dalam proyek pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP).

Perwakilan perusahaan Biomorf tersebut adalah Johannes Marliem. Dalam fakta sidang sebelumnya, Marliem merupakan salah satu pengusaha yang memberikan uang kepada Setya Novanto.

BACA JUGA  Humas Polri Hadirkan Portal Humas, Mudahkan Akses Informasi dan Citizen Journalism

Menurut skema yang ditampilkan jaksa KPK, beberapa perusahaan yang menerima uang dari Biomorf adalah Kohler Asia Pasific 200.000 dollar AS, Cosmic Enterprise 200.000 dollar AS, Sunshine Development 500.000 dollar AS, dan beberapa perusahaan lain.

Satu rekening milik Juli di UOB BankSingapura juga menjadi salah satu penerima uang dari Biomorf. Rekening Juli menerima 200.000 dollar AS.

Setelah itu, money changer rekanan Juli menyerahkan pembelian dollar AS dari masing-masing perusahaan kepada rekening Juli di Singapura.

Kemudian, Juli menarik uang tunai miliknya untuk diberikan kepada Riswan. Setelah itu, Riswan menyerahkan uang tunai miliknya kepada Irvanto Hendra Pambudi.

Untuk barter tersebut, Riswan mendapat fee sebesar Rp 100 per dollar AS. Riswan kemudian membagi Juli keuntungan sebesar Rp 40 per dolar AS.

Kuasa Hukum Fredrich Ajukan Penundaan Pemeriksaan.

Sementara itu, Sapriyanto Refa kuasa hukum Fredrich Junadi, mantan pengacara Novanto yang ditetapkan sebagai tersangka dugaan menghalangi penyelidikan KPK dalam kasus e-KTP, mendatangi kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk bertemu Direktur Penyidikan Aris Budiman untuk mengajukan permohonan penundaan pemeriksaan hingga adanya putusan kode etik.

Namun rencana itu gagal karena baik Aris maupun penyidik lain yang dimaksud sedang tidak berada di tempat.

Sapriyanto menjelaskan penundaan itu semata-mata karena Peradi (versi Fauzie) ingin melakukan pemeriksaan etik kepada yang bersangkutan. Hal ini untuk melihat apakah ada pelanggaran kode etik yang dilakukan Fredrich pada saat mendampingi Novanto, sehingga dianggap menghalangi proses penyidikan.

Namun Sapriyanto menghormati langkah yang dilakukan KPK berikut dengan segala dugaan tindak pidana yang dilakukan kliennya, meskipun mempunyai pandangan berbeda tentang kasus tersebut.

“Maka kami dari tim kuasa hukum mencoba memahami apa yang disangkakan oleh KPK ini dengan cara meminta kepada Komisi Pengawas Peradi untuk melakukan pemeriksaan terhadap Pak Fredrich. Apakah sebagai kuasa hukum Pak Setya Novanto itu ada gak pelanggaran kode etik?” kata Sapriyanto di gedung KPK.

BACA JUGA  Konferensi Pers " Penemuan Senpi Ilegal" Oleh Kabid Humas Polda Jawa Barat

“Kami hanya melakukan upaya bagaimana pemeriksaan bisa ditunda, alasan yang kami bisa pertanggungjawaban lalu, bisa hadir atau tidak itu kembali ke Pak Fredrich,” ujarnya.

Sapriyanto Refa juga mengaku telah mendengar sebagian keterangan kliennya yang membantah telah melakukan pelanggaran kode etik. Menurutnya, apa yang dilakukan Frederich dianggap telah sesuai dengan kode etik advokat dan peraturan perundang-undangan.(Erik)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.