Dianggap Tokoh Penting Pembela Islam, GPII Samakan Jenderal Tito dengan Raja Abdullah II

Muhammad Tito Karnavian

NEW YORK, kabarpolisi.com – Kapolri Jenderal Polisi Muhammad Tito Karnavian menjadi narasumber dalam salah satu panel di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat.

“Islam is not terorist and terorisme is not islam,” demikian potongan pidato Jenderal yang juga profesor itu, yang sempat diviralkan beberapa hari ini.

Tito secara tegas mengajak peserta forum panel untuk membedakan antara Islam dan terorisme.

“Selama ini kita hanya dengar dari mulut para pemimpin agama, bukan dari pejabat utama pemberantas terorisme seperti kepolisian,” kata Ketum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII), Karman BM, Jumat (3/11) seperti dikutip RMOLCO.

Menurut Karman, dapat disimpulkan Jenderal Tito turut serta menetralisir tensi Islam phobia dunia yang sedang meningkat saat ini.

Tito, menurut dia, menambah daftar nama orang penting yang berani membela Islam di tengah gelombang stigma negatif seperti terorisme dan radikalisme.

“Sebut saja seperti Raja Abdullah II dari Jordan, adalah orang yang sama dengan Pak Tito. Pernah menjelaskan Islam ‘yang benar’ di tengah-tengah forum serupa dan meluruskan pemahaman dunia tentang Islam,” paparnya.

Di antara yang viral dari King Abdullah II adalah videonya yang menjelaskan makna assalamu alaikum, yang berarti keselamatan dan kedamaian. Dan sampai saat ini, Raja Abdullah Jordan masih di depan mengajak umat Islam dunia untuk memerangi terorisme.

“Kembali ke Pak Tito, bagi kami bukan pidato soal hard aproach dan soft aproach yang membuat kami bangga. Melainkan statement yang tegas “Islam is not terorist and terorisme is not Islam,” jelasnya.

“Selamat untuk gelar profesor bidang Kajian Kontra Terorisme, Jenderal,” imbuh Karman.

Perwakilan 52 Negara

Kapolri Jenderal Polisi Muhammad Tito Karnavian menjadi salah satu pembicara dalam Panel Discussion yang diselenggarakan di Markas PBB New York. Tito berbicara mengenai strategy and counter strategy on global terrorist networks.

Pandangannya tentang terorisme global yang telah menjadi isu utama dalam keamanan dunia internasional saat ini dihadapan 52 perwakilan negara. Tito menegaskan ada fenomena terorisme global kontemporer dalam dua gelombang besar.

“Gelombang pertama saat kemunculan Al-Qaeda sebagai jaringan kelompok terorisme global pertama kali di dunia, dan gelombang kedua sejak 2014 saat ISIS muncul sebagai ancaman baru bagi keamanan dunia,” kata Tito Rabu lalu.

Untuk itu, Tito menilai pentingnya konsep strategi soft approach dalam menghadapi kelompok terorisme ini, tidak hanya mengandalkan hard approach. Menurutnya, konsep soft approach ini mengalami penurunan kualitas dan jumlah serangan teror yang terjadi di Indonesia.

“Karena mengingat terorisme global tidak mungkin diselesaikan hanya dengan penggunaan senjata,” ujarnya.

Ia menjelaskan dalam pendekatan lunak ini sedikitnya ada 5 langkah yang bisa ditempuh, yakni kontra radikalisasi, deradikalisasi, kontra ideologi, menetralisir saluran dan menetralisir situasi yang mendukung penyebaran paham radikal.

‎Di samping itu, Tito berpesan kepada PBB tentang perlunya menjaga perdamaian dunia khususnya di negara-negara Islam. Menurut dia, PBB perlu memprioritaskan penyelesaian konflik terkait warga Muslim.

“Karena ideologi radikal akan berkembang aktif dan mendapat panggung jika terjadi konflik tersebut,” jelas dia.

Selain mengikuti Panel Discussion, Tito menyempatkan diri untuk melakukan pembicaraan dengan USG Departement Field Support Mr Atul Khare membicarakan kelanjutan pengiriman pasukan Polri untuk misi perdamaian dunia.

Kemudian, Tito juga bertemu dengan USG UNOCT Mr Vladimir Voronkov guna sharing informasi tentang penanganan terorisme global. Alhasil, Mr Voronkov menawarkan Jenderal Tito untuk berbicara dalam forum khusus yang diikuti semua negara anggota PBB tentang terorisme yang akan diadakan PBB pada bulan Juni 2018 di New York.

BEN IBRATAMA TANUR

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.