Ditangkap di Tempat Hiburan Malam, Benarkah Indra Jaya Piliang Konsumsi Narkoba?

Indra J. Piliang

JAKARTA, kabarpolisi.com – Politikus Partai Golkar Indra J Piliang ditangkap aparat Direktorat Reserse Narkotika Polda Metro Jaya di sebuah tempat karaoke di Taman Sari, Jakarta Barat, Rabu malam (14/9/2017).

Menurut polisi, urine Indra Piliang positif mengandung narkoba.

“Tes (urine) awal positif,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono kepada detikcom, Kamis (14/9/2017).

Indra ditangkap bersama dua rekannya, Romi Fernando dan M Ismail Jamani, pada Rabu, 13 September 2017, malam.

Polisi menyita satu set bong dan cangklong bekas pakai serta satu plastik kosong diduga bekas tempat menyimpan narkoba.

Dikutip dari media online harianindonesia.id, sosok Indra J Piliang yang selama ini dikenal sebagai pengamat dan peneliti bidang politik, pemerintahan daerah, konflik, pertahanan, keamanan, hingga otonomi daerah.

Dari laman Wikipedia disebutkan Indra J Piliang lahir di Pariaman, Sumatera Barat, 19 April 1972, ia juga merupakan seorang politisi dari Partai Golkar.
Indra juga terlibat dalam pelbagai organisasi masyarakat sipil, seperti Koalisi Konstitusi Baru, Koalisi Media, sampai Pokja Papua.

Ia pernah bekerja di Centre for Strategic and International Studies (CSIS) sejak 1 Desember 2000 sampai 31 Desember 2008.

Setelah itu, Indra terjun total ke dunia politik, tanpa meninggalkan kegemarannya untuk meneliti dan menulis. Indra juga merupakan salah satu pendiri dan sekaligus Sekjen pertama Ikatan Himpunan Mahasiswa Sejarah Se-Indonesia (IKAHIMSI) pada tahun 1995.

Sehari-hari beraktivitas sebagai Dewan Penasehat The Indonesian Institute. Selain itu, Indra adalah Ketua Departemen Kajian Kebijakan Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar, sekaligus Ketua Dewan Pelaksana Badan Penelitian dan Pengembangan DPP Partai Golkar.

Dalam struktur Dewan Pimpinan Pusat Organisasi Kemasyarakatan MKGR, Indra dipercaya sebagai Deputi Sekjen.
Dalam kepengurusan Dewan Pimpinan Nasional Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Indra menjabat sebagai Wakil Sekjen.

Selain itu, Indra menjadi Komisaris Utama PT Gerilya Tuah Malaka yang bergerak di bidang konsultan komunikasi, penelitian dan politik.

Dia menamatkan kuliah di Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Universitas Indonesia, lulus 1997. Dia melanjutkan di Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial di universitas yang sama, lulus 2008.

Selesai lulus S1 dari UI, Indra bekerja sebagai editor Tabloid Jurnal Reformasi dan Momen. Dua tahun kemudian dia bergabung dengan Partai Amanat Nasional (PAN) yang didirikan Amien Rais. Dia partai ini dia sempat duduk menjadi menjadi Staf Departemen Budaya DPP PAN.

Tahun 2000 Indra dan beberapa tokoh muda PAN memutuskan keluar dari partai ini. Dia lalu menjadi peneliti di CSIS dan kerap diminta menjadi pembicara terkait isu otonomi daerah di berbagai talk show. Juga menulis artikel politik di beberapa media cetak nasional.

Indra menjadi penelti CSIS hingga 2008. Dia kemudian bergabung dengan Partai Golkar. Tahun 2013, dia pernah mencoba peruntungan dengan maju di pemilihan wali kota dan wakil wali kota Pariaman. Meski terdaftar sebagai kader partai beringin, Indra memilih maju dari jalur independen. Ini lantaran permohonan dia ke DPP Golkar tak dihiraukan. Begitu pun permohonan dukungan ke DPP PAN, tak digubris.

“Alhamdulillah, dalam waktu yang singkat, sekitar 2 minggu, para relawan berhasil mengumpulkan syarat minimal (calon independen sebanyak 6.500 dukungan tanda-tangan dan fotokopi KTP,” kata Indra kepada wartawan, 4 April 2013.

Langkah Indra di Pilwalkot Pariaman gagal. Dia pun kembali aktif menjadi politikus Golkar yang vokal sejak Ketum Golkar dijabat Jusuf Kalla.

Di Pilpres 2014, Indra bergabung dengan Dewan Pakar Jenggala Center dan Poros Indonesia Muda yang mendukung duet Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK). Sukses menjadi salah satu bagian pengantar Jokowi-JK ke kursi Presiden dan Wakil Presiden, tak membuat Indra ingin merapat ke lingkaran kekuasaan.

Bahkan pada Kamis, 9 Oktober 2014 atau sepekan menjeleng pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dia mengirimkan surat terbuka untuk Jokowi. Surat tersebut diunggah di blog pribadinya.

Di situ dia menjelaskan dirinya hanya empat kali pernah bertemu Jokowi, yakni dalam acara Deklarasi Damai yang diadakan KPU, di Media Center Jokowi-JK, di atas kapal Phinisi Hati Buana Setia di pelabuhan Sunda Kelapa dan pembubaran Tim Jenggala Center.

“Usai Pilpres, saya juga tidak merasa harus mendekati Bapak. Bahkan saya mengkritik keras rencana pembentukan Tim Transisi,” tulis Indra.

Dia memang tak masuk lingkaran kabinet. Namun pada 2015, Menteri Pendayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Yuddy Chrisnandi mengangkat Indra sebagai Ketua Tim Ahli KemenPAN-RB. Keputusan itu sempat menimbulkan polemic karena ada yang menilainya sebagai nepotisme.

“Kalau bukan temen, siapa lagi? Di mana-mana itu yang deket dulu, yang kita kenal. Tapi yang memiliki kapasitas, kapabilitas dan integritas yang teruji,” Yuddy berkilah, 21 Januari 2015.

Saat Pilkada DKI 2017, Indra mendukung pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Anies Baswedan-Sandiaga Uno. Pria yang aktif di media sosial ini kerap mengcounter isu-isu dari para buzzer politik di dunia maya. Indra juga aktif mengkampanyekan Anies-Sandi di dunia nyata dengan mendatangi kampung-kampung di Jakarta.

Pada 3 Maret 2017, Indra mendeklarasikan “Sang Gerilyawan Batavia” sebagai relawan pendukung Anies-Sandi. Meski menjadi pendukung, dia kala itu berjanji akan tetap kritis kepada mereka berdua.

Namun sebulan menjelang pelantikan Anies dan Sandi, dia yang menjabat sebagai “Panglima Besar Sang Gerilyawan Batavia” itu malah tersandung kasus narkoba.
(Rizky/Rizal/Hamzah)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.