SOSOK  

Elliot Ness Tak Bisa Dibeli

Elliot Ness

Catatan : Muhammad Rizal Tanur

ELLIOT NESS adalah pengejawantahan dari sebuah konsistensi yang berani mengambil risiko. Atas nama hukum yang harus dijunjung hingga langit runtuh, Ness menjumpai banyak tragedi ketika harus berhadapan dengan musuh masyarakat Chicago tahun 1920-an; Alphonse Gabriel “Al” Capone.

Tapi konsistensi dan konfidensi membuat sejarah mencatatkan nama Ness sebagai pemenang, dan Capone lah si pecundang.

Ness adalah pemimpin Tim Antikorupsi (satuan khusus pemberantas korupsi, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia), yang punya tugas utama mengobrak-abrik pengemplang pajak di Chicago, Amerika Serikat, tahun 1920-an.

Keberhasilannya yang paling fenomenal adalah menyeret mafioso kelas kakap bernama Al Capone –juragan pabrik minuman keras sekaligus dedengkot perdagangan gelap yang hobi menggelapkan pajak.

Satu paket bersama runtuhnya Al Capone, Ness juga menyeret 200 polisi korup –15 di antaranya perwira tinggi–sebagai pesakitan dan menambah “koleksi” penjara setempat.

Si Lurus

ELIOT NESS lahir 19 April 1903 di Chicago, Illionis. Dia anak cerdas. Umur 18 tahun dia masuk Universitas Chicago untuk belajar ilmu politik dan hukum. Tahun 1925 dia lulus sebagai tiga besar.

Tahun 1927 dia menjadi petugas Departemen Keuangan AS cabang Chicago. Setahun berikutnya dia pindah ke Biro Larangan Departemen Hukum AS untuk mengemban tugas sebagai pembasmi praktek penggelapan pajak.

Di masa tugas Ness, praktik penggelepan pajak di Chicago –yang dipioneri oleh gangster–sangat mengerikan. Puluhan juta dolar AS yang seharusnya masuk kas negara belok kiri ke kantong oknum.

Al Capone kala itu tercatat mengemplang pajak hingga USD 75 juta. Pengaruh mafia satu itu luar biasa kuat. Jangkauannya sampai ke Washington. Duitnya yang seperti tak pernah habis berhasil memborong pengaruh untuk mengamankan posisinya.

Polah si mafia itu sampai ke kuping Presiden AS ketika itu, Herbert Hoover. Presiden murka. Lebih-lebih setelah mendengar kabar banyak aparat penegak hukum dan pemerintahan yang berhasil dibeli oleh uang haram Capone.

Untuk menyelamatkan muka kedaulatan pemerintahan dan hukum Amerika, Hoover memerintahkan Jaksa Agung kala itu, George Emmerson Q Johnson, agar membentuk tim yang ditugaskan khusus membereskan perkara yang dipantik Al Capone.

Yang diperintahkan langsung gerak. Johnson membentuk tim. Tapi, di awal terbentuknya tim, Johnson kebingungan; siapakah orang yang benar-benar bersih dan layak ditunjuk untuk jadi pemimpin? Pasalnya, kala itu pejabat bersih dan kotor tak kentara dari luar. Situasi sangat abu-abu.

BACA JUGA  Sosok Agus Flores, Pemimpin Organisasi yang Tegas dan Berani

Akhirnya, untuk memilih pimpinan, Johnson menggelar uji kelayakan dan kepatutan. Nah, di tengah proses seleksi itulah dia mendengar ada seorang anak muda bernama Eliot Ness “bersih bergaransi”. Ness pun dipanggil.

Setelah melalui interview singkat, kepercayaan langsung tumbuh di hati Johnson. Ness pun ditugaskan langsung membentuk tim untuk kepentingan operasi pembasmian mafia.

Lahirlah Tim Antikorupsi di bawah pimpinan Ness, 29 Oktober 1929. Anggotanya sembilan orang, semua dipilih sendiri oleh Ness.

Yang Tak Tersentuh

BEGITU terbentuk, tim langsung bergerak. Penyelidikan dan penyidikan dilakukan terus menerus tanpa putus dan terjadwal konsisten. Dari proses itulah, tim menyimpulkan bahwa ada indikasi Capone lah yang jadi biang macetnya aliran duit untuk negara.

Lalu disusunlah strategi untuk menghentikan laju si Italiano.

Langkah awal tim untuk memberangus Capone adalah menyasar sumber-sumber pemasukan si bandit. Menurut perhitungan Ness, ketika sumber-sumber dananya dibuntu, Capone tak akan bisa berlagak. Dia bakal kekurangan dana untuk membeli perlindungan hukum dan politik.

Lalu dilacaklah lokasi pabrik-pabrik minuman keras yang berhubungan dengan Capone. Seluruh usaha miras Capone itu disinyalir ilegal.

Satu per satu pabrik terlacak. Ness dan timnya memeriksa satu persatu tagihan pajak dan bukti pembayaran pabrik-pabrik itu. Ternyata, benar, tak ada pajak yang sampai pada negara.

Beberapa pabrik disegel karena jelas-jelas bermasalah. Di masa enam bulan pertama bekerja, tim antikorupsi Ness memberangus 25 pabrik miras “bebas pajak” milik Al Capone –19 pabrik kecil dan enam pabrik besar. Dari upaya itu, uang USD 1 juta dolar milik negara berhasil diselamatkan.

Mendapati aliran ke kantongnya menyusut, Capone bingung dan berang. Dicarilah sumber penghambat itu, dan didapatilah nama Eliot Ness. Demi lancarnya aliran dana ke dalam kasnya, Capone berusaha menggunakan jurus lama; dia tawarkan sejumlah uang pada Ness.

Pada suatu hari di tahun 1930, Capone menyuruh anak buahnya menemui Ness di kantornya, Gedung Transportasi Chicago. Hajatnya adalah menawarkan “persahabatan”. Dalam kunjungan itu, anak buah Capone membawa kabar “kebaikan” bosnya, sembari menyodorkan uang USD 2.000, tunai, langsung di muka Ness. Tentu saja dengan rayuan agar Ness luluh dan menghentikan misinya.

Si cecunguk juga menyampaikan ”kabar gembira” dari Capone, di mana setiap pekan Ness akan mendapatkan jumlah yang sama, asalkan bersedia menerima tawaran “persahabatan” Capone.

BACA JUGA  Sosok Agus Flores, Pemimpin Organisasi yang Tegas dan Berani

Tapi, kali itu Capone sedang merayu orang yang salah. Bukannya ngiler, Ness merepons tawaran itu dengan marah besar. Dia merasa dihina.

Dia usir kacung si Capone dengan kemurkaannya.

Hari itu juga dia mengundang pers dan mengumumkan; tak ada satu pun anggota Tim Antikorupsi yang bisa dibeli oleh Capone.

Genderang perangnya kian santer ditabuh.

Setelah pernyataan itu, keesokannya Chicago Tribune menyajikan ucapan pedas Ness sebagai sajian utama dengan mengangkat judul “Untouchable” aluas tak tersentuh. Artikel itu menceritakan betapa suap tak bisa menyentuh Ness.

Julukan itu pula yang mengilhami Brian De Palma menggarap sebuah film berjudul “The Untouchables” –yang dibintangi Kevin Costner dan Robert De Niro. Film yang rilis tahun 1987 ini memang menceritakan kisah nyata perang antara Ness vs Capone.

Teror Dibalas Teror

MENDAPATI kenyataan pahit itu, di mana “air susunya dibalas air tuba”, Capone memperketat pengamanan sekitarnya. Dia merasa terancam. Ke mana-mana dia selalu dikawal minimal 10 anteknya. Dengan pengamanan berlapis itu, Capone berharap anak buah Ness tak bisa menyentuhnya. Di saat bersamaan, dia juga menyiapkan serangan balik untuk membungkam si tak tersentuh.

Tekanan dan teror digencarkan. Sasaran pertama adalah orangtua Ness.

Ness sadar situasi bahaya itu. Dia juga sadar orang-orang Capone sedang mengawasi rumah orangtuanya. Dia langsung memerintahkan anak buahnya untuk melindungi orang-orang tercintanya. Dan, misi Capone mengusik keluarga Ness gagal total.

Sementara itu, tameng yang dipasang Capone sempat membuat anak buah Ness kesulitan membombardir si mafia. Apalagi, si gembong dibentengi cecunguk yang mengenakan seragam aparat penegak hukum.

Ness dan anak buahnya tidak menyerah. Dia konsisten menjalankan taktik yang dijalankan sejak awal. Dia terus telusuri di mana saja aset-aset penghasil duit Al Capone. Setelah usaha yang luar biasa keras, Ness dan timnya berhasil membongkar pabrik miras terbesar milik Capone. Uang USD 200.000 berhasil diselamatkan.

Capone kebobolan telak.

Si Mafia makin kalap. Dia perintahkan anak buahnya meningkatkan dosis teror untuk Ness. Dia habisi salah satu teman baik Ness dengan cara luar biasa kejam. Mayatnya dipamerkan di depan Ness.

Tapi Ness tak keder. Komitmennya memberangus Capone tak bisa dihentikan dengan cara apapun.

Ness pun menjawab teror Capone dengan metode yang bisa membuat si mafioso merasa terteror juga. Pada suatu siang pukul 11.00, dia telepon Capone secara pribadi. Dalam perbincangan itu, dia minta Capone melihat ke luar jendela. Di luar rumah Capone, Ness memarkir semua kendaraan aset-aset si bos mafia yang berhasil disitanya.

BACA JUGA  Sosok Agus Flores, Pemimpin Organisasi yang Tegas dan Berani

Ness melancarkan teror balik, dengan menunjukkan langsung di muka Capone, bahwa kian hari si penjahat kian melarat lantaran satu persatu asetnya disikat.

Bukannya menyerah, Capone kian ngawur. Untuk habisi lagi tiga orang terdekat Ness untuk membalas aset-asetnya yang disita.

Teror itu tetap tak cukup membuat Ness pasang gigi mundur. Rasa perih ditinggal orang-orang terdekat yang mati terbunuh tak menyurutkan langkahnya untuk membungkam si biang penggelapan pajak.

Untuk membalas teror beruntun itu, Ness tak kalah menggila. Gong balasan Ness ditabuh ketika timnya berhasil membongkar sebuah pabrik miras superbesar milik Capone, yang beromzet USD 1 juta. Tim Ness juga berhasil membongkar praktik penyelundupan alkohol –bahan utama pabrik miras Capone– dari luar Chicago.

Si mafia makin mati kutu. Dengan bukti-bukti itu, Capone diseret ke depan penyidik.

Gulung Aparat Korup

SUKSES melumpuhkan Capone, job Ness dkk belum lantas selesai. Dia mendapat tugas tambahan untuk menelisik pejabat yang melindungi bos penjahat itu. Dalam tugas itu, didapatilah sekitar 200-an polisi kunyuk yang mengabdi pada duit haram Capone. Mereka semua diseret ke pengadilan dan dihukum.

Pada 12 Juni 1931, Ness berhasil menunjukkan pada jaksa penuntut umum bahwa Capone dan 68 anggotanya melakukan persekongkolan untuk menggelapkan pajak. Persekongkolan itu, tak tanggung-tanggung, melanggar 5.000 larangan dalam UU Pajak!

Keterangan dari petugas keuangan pajak pada kejaksaan, 5 Juni 1931, yang menyebutkan tak ada pajak masuk dari Capone, memperkuat dakwaan untuk sang bos mafia. Jaksa Agung Johnson langsung memerintahkan agar Capone lekas-lekas diadili.

Sidang dimulai 6 Oktober 1931. Ness memberikan kesaksiannya setiap hari. Setelah persidangan selama dua minggu yang melelahkan itu, palu hakim pun diketuk; Capone harus mendekam 11 tahun dalam penjara federal.

Lakon Capone, si manipulator kasus biang korupsi, pun selesai.

Si penjahat yang beroperasi dengan sistem terstruktur dan masif itu harus takluk di hadapan konsistensi Eliot Ness dalam menegakkan hukum.

Sekaligus menjadi bukti bahwa hukum, jika dipahami secara konsisten, tak akan pernah bisa dibeli. Baik dengan uang pun kekuasaan.

Dari Berbagai Sumber

Penulis adalah Redaktur Pelaksana Media Online kabarpolisi.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.