GPK Aliansi Tepi Barat : Meskipun Langit Akan Runtuh, Kebenaran dan Keadilan Harus Tetap Di Tegakkan, Magelang pada Senin ( 12/7/2024 ).
Kabarpolisi.com – Magelang, Kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh kyai pengasuh pondok pesantren Irsyadul Mubtadiin terhadap empat santriwati telah menjadi sorotan publik. GPK Aliansi Tepi Barat bersama Korban yang di dampingi penasehat hukum dan keluarganya mengeluarkan pernyataan dalam siaran pers di Magelang, Provinsi Jawa Tengah, pada hari Senin, (12/7/2024), mengecam perbuatan keji yang dilakukan oleh Kyai Ahmad Labib Asrori.
Komandan GPK Aliansi Tepi Barat Pujiyanto lebih akrab dengan sebutan Yanto Petok’s Menjelaskan bahwa kami bersama korban dengan didampingi penasehat hukum dan keluarganya bersepakat untuk mengadakan siaran pers agar di ketahui publik. Transparansi informasi ke semua komponen masyarakat agar bisa ikut mengawal kasus ini sampai ke pengadilan.
“Pelaku kekerasan seksual terhadap empat santriwatinya yang sekarang sudah menjadi tersangka yang bernama Ahmad Labib Asrori selain kyai pengasuh pondok pesantren Isyadul Mubtadiin dan pernah menjabat sebagai ketua DPRD kabupaten Magelang dari Partai Kebangkitan Bangsa ( PKB ) periode 2004 – 2009″. Menurut data mempunyai deretan jabatan yaitu Sebagai komisaris dipabrik kayu lapis kandang lestari di Tempuran , Sebagai komite Sekolah di MAN kota magelang, Sebagai dosen di STAI Syubbanul Wathon Magelang, Menjadi founder pendiri organisasi JAMKOP ( Jamaah kopdariyah) yang di dalamnya keberagaman antar agama di Magelang, Sebagai pembina PMII ( pergerakan mahasiswa islam indonesia ) cabang Magelang, Serta Menjaba sebagai pembina MAFINDO organisasi yang bergerak dibidang anti hox dimedia sosial/ literasi digital”, Ungkapnya.
” Selain itu Tersangka ini juga memiliki kedudukan penting di jajaran kepengurusan Nahdatul Ulama ( NU ) Magelang yaitu sebagai katib Syuriyah PCNU tingkat kabupaten Magelang. Perbuatan tersangka yaitu melakukan kekerasan seksual dengan cara memperkosa santriwatinya berjumlah empat orang”, Lanjutnya.
” Kebiadaban tersangka ini sudah tidak manusiawi, melanggar norma kemanusiaan, norma hukum, dan norma agama. Tetapi sangat di sayangkan ada sikap yang keliru dari pihak tersangka, baik kerabat maupun keluarga tersangka yang terus menerus berupaya untuk menutup perbuatan biadab tersebut dengan cara mengintimidasi dan melakukan tekanan terhadap korban dan keluarganya. Juga dengan cara pendekatan untuk membujuk pihak kami GPK Aliansi Tepi Barat yang selama ini membantu mengawal korban untuk mencari keadilan. Tetapi dari pihak tersangka meminta kami agar menghentikan kasus ini tidak melanjutkan ke ranah hukum.
Komandan GPK Aliansi Tepi Barat Pujiyanto Menegaskan tetap menuntut agar kasus ini diproses hukum secara adil dan tegas. Kami bersama semua jajaran GPK Aliansi Tepi Barat berserta sayap sayap dan masyarakat yang mendukung mengawal kasus ini agar tersangka segera dapat di adili sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu kami meminta supaya Kantor Kementerian Agama kabupaten Magelang bertindak tegas segera menutup pondok pesantren Irsyadul Mubtadiin desa Tempursari, Kecamatan Tempuran, kabupaten Magelang Provinsi Jawa Tengah.
” Ketegasan pemerintah kabupaten Magelang dan Kementerian Agama kabupaten Magelang untuk segera menyelidiki dan melakukan verifikasi data terhadap 342 pondok pesantren yang ada di kabupaten Magelang, Lalu menginformasikan ke publik pondok pesantren mana saja yang jelas legalitas nya mempunyai ijin resmi dan Pondok Pesantren mana yang ilegal, mencegah terjadinya kasus serupa terjadi di Wilayah Kabupaten Magelang.
“Supaya masyarakat tidak keliru untuk menitipkan anaknya dipondok pesantren yang bertujuan menuntut ilmu akhlak Qulkarimah yang tepat. Tidak di jadikan pelampiasan nafsu bejat oleh kyainya”, Lanjutnya.
” Apabila tetap tidak ada kejelasan dan tindakan tegas mengenai hal ini jangan salahkan kami GPK Aliansi Tepi Barat bersama masyarakat akan melakukan aksi damai dan menyampaikan aspirasi ke Kantor Kementerian agama kabupaten Magelang, Tegasnya.
Yanto Petok’s berharap khususnya pemerintah kabupaten Magelang Provinsi Jawa Tengah juga dinas terkait dalam hal ini harus hadir sesuai tugas dan fungsinnya. Sesuai dengan janji yang di lontarkan ke kami untuk bersama sama mengawal kasus ini sampai ke pengadilan. Memberikan dukungan secara moril dan materi peduli terhadap para korban kekerasan seksual di pondok pesantren Irsyadul Mubtadiin yang sudah di sampaikan pada saat GPK Aliansi Tepi Barat beraudiensi bersama PJ Bupati kabupaten Magelang di ruangan DPRD kabupaten Magelang bulan lalu.
Sementara Korban ZM ( Mawar ) dan MI ( Melati ) juga angkat bicara, ZM ( Mawar ) mengekspresikan kekecewaan dan kesedihan yang mendalam akibat peristiwa yang menimpa dirinya dengan menunjukan seragam almamater atribut yang di kenakan “bukti bahwa saya adalah Pengurus organisasi Nahdatul Ulama ( NU ) PAC Tempuran”.
ZM menjelaskan bahwa dirinya selain menuntut ilmu di pondok pesantren Irsyadul Mubtadiin juga aktif jadi pengurus NU PAC kecamatan Tempuran. Seharusnya kami mendapatkan perlindungan dari Organisasi NU atas kekejian Ahmad Labib Asrori ( oknum pengurus PCNU Magelang ) yang telah merusak kami. Tetapi saya dan keluarga malah selalu diintimidasi dari pihak tersangka untuk tidak melaporkan ke ranah hukum dengan alasan agar tidak merusak Marwah NU. Malah Justru Labib sendiri yang merusak Marwah NU dengan cara melecehkan kami untuk dijadikan pelampiasan nafsu.
” Kenapa malah justru GPK Aliansi Tepi Barat yang jauh dari keterikatan perpondokan yang melindungi dan membantu kami selama ini. Tujuan saya menuntut ilmu di pondok pesantren untuk memerangi kebodohan malah mendapatkan kekerasan seksual dengan ancaman semua murid harus taqdim nurut sama guru supaya ilmu di pondok mendapatkan keberkahan. dan di larang keras untuk tidak bercerita ke siapaun oleh Labib”
ZM berharap agar tersangka yang bernama Ahmad Labib Asrori pelaku kekerasan seksual terhadap dirinya segera di hukum seberat beratnya, Agar dia juga merasakan penderitaan yang kami alami seumur hidup ini. Begitu juga pondok pesantren Irsyadul Mubtadiin segera di tutup sebab setiap melihat bangunan tersebut selalu teringat derita yang dialami rasa trauma yang mendalam karena hampir setiap ruangan pondok pesantren Irsyadul Mubtadiin pernah di gunakan tersangka berbuat keji terhadap kami”. Jelasnya.
Korban selanjutnya MI ( Melati ) juga angkat bicara bahwa dari sebelum dirinya di lahiran, keluarganya telah memberikan pengabdian kepada pondok pesantren Irsyadul Mubtadiin selama puluhan tahun dengan kesungguhan hati, tetapi balasan pengabdian keluarganya harus menghadapi kenyataan pahit berupa noda hitam yang merusak masadepan seumur hidup, Tidak hanya kekerasan seksual dan intimidasi dari pihak tersangka. “Labib juga melarang saya untuk menjalin hubungan pacaran”.
MI ( melati ) berharap bahwa pihak kepolisian, pemerintah kabupaten Magelang, kejaksaan Negeri kabupaten Magelang, serta pengadilan Negeri dapat memberikan hukuman setimpal kepada tersangka Ahmad Labib Asrori bahkan kalau bisa hingga hukuman kebiri kimia dan hukuman kurungan penjara seumur hidup, agar dia dapat merasakan penderitaan yang sama yang dirasakan kami.
” MI ( melati ) juga menekankan pentingnya penutupan pondok pesantren Irsyadul Mubtadiin yang menjadi sumber trauma yang mendalam buat dirinya” betapa sakitnya kami, atas perlakuan kejinya Labib, “Hampir setiap hari saya di paksa untuk melayani nafsu bejatnya di pondok pesantren itu”.
Akhmad Sholihuddin S.H, penasehat hukum korban, menjelaskan prilaku biadab tersangka terhadap ZM berawal dari tahun 2022. Lebih mirisnya lagi yang dilakukan disaat bulan suci ramadhan tahun 2023 setelah melakukan ibadah tarawih semua santri sedang melakukan tadarus Al-Qur’an, ZM dipanggil untuk mengantarkan kopi ke kamar salah satu santri lalu di paksakan untuk melakukan perbuatan terlarang.
“Kami telah mendampingi korban untuk melaporkan ke Polresta Magelang dengan nomor LP/B/41/VII/2024/SPKT/POLRESTA MAGELANG/POLDA JATENG tanggal 09 Juli 2024. Dan kepolisian sudah menetapkan Ahmad Labib Asrori sebagai tersangka pada hari senin, 29 Juli 2024, Lalu baru melakukan penahanan tersangka pada hari Kamis tanggal 1 Agustus 2024”, Jelasnya.
Akhmad Sholihuddin menambahkan, Meskipun dihadapkan pada berbagai kendala, kami GPK Aliansi Tepi Barat tetap berkomitmen untuk mengawal kasus ini untuk mencari keadilan bagi korban tanpa terpengaruh oleh tawaran uang atau ancaman, demi menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan.
Gunawan Setyapribadi S.H, menegaskan bahwa proses hukum akan diawasi hingga keputusan terakhir di pengadilan. Siapapun harus tunduk pada hukum, termasuk tersangka kekerasan seksual meskipun tersangka seorang kyai tetap tanpa pandang bulu. Tersangka kekerasan seksual termasuk kyai pengasuh pondok pesantren Irsyadul Mubtadiin harus mendapat hukuman setimpal. Seorang kyai dengan tambahan hukuman sepertig dari orang-orang yang bisa. Pungkasnya.
( Tim Red )