JAKARTA, kabarpolisi.com – Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, menolak gugatan praperadilan Hary Tanoesoedibjo terkait penetapan tersangka oleh Bareskrim Polri.
“Mengadili, dalam eksepsi, menolak permohonan eksepsi pemohon. Dalam perkara, menolak permohonan praperadilan pemohon. Menetapkan penetapan tersangka pemohon Hary Tanoe adalah sah,” kata hakim tunggal PN Jaksel Cepi Iskandar di PN Jaksel, Senin (17/7).
Dalam pertimbangannya, Cepi mengatakan keberatan Hary Tanoe soal penetapan tersangka karena tidak cukup bukti tidak masuk dalam pokok perkara yang bisa dimohonkan ke praperadilan.
Dalam permohonannya, Hary menyebut bahwa penetapan tersangka karena alat bukti SMS sama sekali tidak kuat.
Menurut Cepi, kewenangan hakim praperadilan hanyalah meneliti dari aspek formil saja, apakah penetapan tersangka itu sudah sesuai KUHAP atau tidak.
Dua Alat Bukti
Sementara, kata dia berdasarkan keterangan Polri, penetapan tersangka Harry Tanoe sudah memenuhi dua alat bukti.
“Oleh karena itu, alasan yang disampaikan pemohon (soal sahnya alat bukti) tidak masuk dalam pokok perkara,” kata Cepi.
Adapun keberatan Hary Tanoe lain yang ditolak oleh hakim adalah soal kadaluwarsanya surat perintah penyidikan (Sprindik) dari Kejaksaan.
Sesuai putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015, SPDP harus disampaikan pada terlapor, pelapor, dan pihak terkait selambat-lambatnya 40 hari. Sementara Hary mengaku SPDP diterima pada Juni, setelah diterbitkan pada Mei.
Cepi mengatakan, dalil ini ditolak karena selama tenggang waktu itu, Hary tidak pernah menyampaikan keberatan kepada Polri.
“Hakim berpendapat, apabila tidak ada keberatan disampaikan maka pengadilan anggap bahwa bukan perkara yang subtansial sehingga tidak dimasukkan dalam gugatan praperadilan,” ujarnya.
Menunggu Salinan Putusan
Usai sidang, kuasa hukum Harry, Munathsir Mustaman mengatakan masih menunggu salinan putusan dari PN Jaksel untuk memikirkan langkah berikutnya.
Polisi telah menetapkan boss MNCTV ini sebagai tersangka dalam kasus dugaan mengancam Kepala Subdirektorat Penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Yulianto melalui pesan elektronik. Dia disangka melanggar Pasal 29 UU No 11 tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE).
Jaksa Yulianto meyakini pesan singkat yang diduga bernada ancaman itu dikirim oleh Hary. Saat itu Yulianto tengah menangani kasus dugaan korupsi restitusi pajak PT Mobile 8 periode 2007-2009. (rizal)