Ini Lima Modus Korupsi Kepala Daerah Menurut KPK

Ilustrasi

TEGAL – Direktur Koordinasi Supervisi (Korsup) Wilayah III Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI Bahtiar Ujang Purnama gelar rapat koordinasi (Rakor) virtual Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Rabu (08/09/2021) siang.

Di sini, Bahtiar mengelompokkan sejumlah praktik yang lazim ditemukan pada kasus korupsi kepala daerah, antara lain manajemen ASN yang terkait jual beli jabatan dan pengadaan barang dan jasa.

Rakor yang diikuti Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan kepala daerah se-Jawa Tengah ini mengupas lima modus korupsi kepala daerah.

Pertama, mengenai penerimaan daerah, di antaranya dari penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah, pendapatan daerah dari pemerintah pusat dan kerjasama dengan pihak ketiga.

Kedua, menyangkut belanja daerah seperti pada pengadaan barang dan jasa, penempatan dan pengelolaan kas daerah, pelaksanaan hibah, bansos, dan program kegiatan, penempatan modal pemda di Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan pengelolaan aset.

“Terkait pengadaan barang dan jasa, silahkan cek kembali. Terkadang itu-itu saja pemenang lelangnya, atau benderanya beda tapi orangnya masih sama itu-itu saja, karena memang sudah jadi mafia barang dan jasa. Ini sudah kita analisis, baik di Jawa Timur maupun di Jawa Tengah,” ungkap Bahtiar kepada Pantura.id

Ketiga, menyangkut benturan kepentingan yang menyangkut rotasi, mutasi, dan promosi jabatan serta rangkap jabatan.

“Saya menyoroti pengangkatan jabatan atau rekrutmen pegawai di daerah, misalnya rekrutmen pegawai non PNS yang digaji lewat APBD. Apakah mereka ini jumlahnya sudah proporsional sesuai analisis kebutuhan tugas masing-masing?. Rekrutmennya seringkali asal-asalan. Saya mohon masalah rekrutmen ini diperhatikan kembali jangan sampai jadi bumerang,” katanya.

Keempat, adalah menyangkut perizinan. Di antaranya dalam pemberian rekomendasi dan penerbitan perizinan.

Kelima, tentang penyalahgunaan wewenang seperti pengangkatan dan penempatan jabatan tertentu pada orang-orang terdekat, pemerasan saat rotasi, mutasi, dan promosi jabatan, serta gratifikasi yang dilarang.

Bahtiar mengakui jika sistem politik berbiaya tinggi pada pelaksanaan Pilkada menjadi faktor pendorong utama kepala daerah melakukan tindak pidana korupsi seperti untuk mengembalikan pinjaman dari donatur atau promotor. Caranya bisa dengan memberikan banyak kemudahan atau fasilitas kepada donatur atau promotor tersebut.

Hasil survei KPK menyebutkan, 82,3 persen biaya politik Pilkada berasal dari donatur dan bantuan yang diberikan itu bukannya tanpa imbalan, melainkan ada kepentingan tertentu dibaliknya.

“Sejak 2012 sampai 2021 setidaknya sudah ada delapan kepala daerah di Jateng kena sama KPK. Semoga Jateng bisa stop di angka delapan ini. Saya tegaskan bahwa pada setiap area intervensi atau perbaikan dalam program monitoring centre for prevention (MCP) itu ada tujuannya. Untuk itu, kami harap implementasinya selaras dengan skor capaian,” ujarnya.

Pihaknya juga menegaskan perlunya penguatan lembaga di inspektorat melalui peran aparat pengawas internal pemerintah (APIP) dalam mencegah praktik korupsi mengingat tugas dan wewenangnya sebagai pintu gerbang pertama dalam melakukan pengawasan.

Menanggapi itu, Gubernur Ganjar sepakat dengan upaya penguatan inspektorat mengingat dirinya juga sudah mendapat banyak laporan pengaduan dari masyarakat. Ganjar pun mengingatkan kepada seluruh bupati dan walikota yang hadir agar segera menghentikan kebiasaan buruk tersebut dan memperbaiki.

“Kalau ada staf anda yang main, segera sikat. Peringatkan dengan keras, bahkan sampai ke level desa,” tegasnya.

Sementara itu, ditemui usai acara, Sekretaris Daerah Kabupaten Tegal Widodo Joko Mulyono yang hadir mewakili Bupati Tegal pada pertemuan virtual tersebut mengatakan, pihaknya akan berupaya semaksimal mungkin mencegah praktik korupsi, termasuk pungli di wilayah kerjanya.

“Lewat MCP sebagaimana disampaikan Pak Bahtiar tadi, ada delapan area yang diutamakan dan Kabupaten Tegal sudah mengejar dari angka MCP sebelumnya 85 menjadi 90. Kami dan ibu bupati akan berusaha untuk transparan, terbuka dan membuka ruang pengaduan agar tidak ada lagi permainan uang di lingkungan kerja Pemerintah Kabupaten Tegal,” pungkas Joko. (Dwi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.