OPINI  

Jokowi Menjaga Jarak dari Setnov?

Oleh : Deddy Helsyanto

Nama Ketua DPR, Setya Novanto atau Setnov tentu tak terdengar asing di telinga rakyat Indonesia kebanyakan. Namun mirisnya, nama Setnov ini lebih banyak dikenal terkait beberapa dugaan kasus korupsi, yang terhangat adalah e-KTP.

Mungkin jika ngobrol di Warung Kopi, rakyat Indonesia kebanyakan akan bergumam, huft Setnov lagi, Setnov lagi, dia lagi, dia lagi sambil mengingat kasus “Papa Minta Saham” sebelumnya. Hehe. Nah, yang terbaru, Setnov telah dicekal oleh Dirjen Imigrasi atas permintaan KPK.

Lembaga anti rasuah ini menjelaskan pencekalan Setnov demi mendapatkan keterangan darinya yang masih menjadi terduga korupsi atau bahasa halusnya ya, saksi dalam kasus e-KTP.

Ini yang menariknya, pencekalan Setnov perlahan makin telanjang membuktikan, siapa loyalis Setnov dan siapa yang berseberangan dengannya. Dukungan dari DPR terkait pencekalan kepada Setnov masih abu-abu.

Meski Wakil Ketua DPR dari Fraksi PKS, Fahri Hamzah menyatakan keberatan dengan pencekalan KPK dan mengklaim hampir semua fraksi mendukung, namun didapatkan keterangan berbeda. Seperti dari Cs Fahri yang berasal dari Gerindra yakni Fadli Zon, menerangkan kinerja DPR tidak akan terganggu.

Respon Fadli Zon ini sama seperti anggota DPR sekaligus Wasekjen PDIP, Ahmad Basarah yang tidak mau mencampuri pencekalan Setnov yang dianggapnya lebih kepada masalah internal Golkar.

Sedang pada internal Golkar, perbedaan pandangan pencekalan Setnov terjadi antara tokoh tua dengan tokoh mudanya, ya posisinya seperti kebanyakan, tua itu status quo sedangkan yang muda itu progressif.

Ketua Dewan Pakar Golkar, Agung Laksono meminta kader partainya tak bermanuver. Permintaan Agung ini diiringi keyakinannya bahwa Setnov akan lepas dari jerat hukum e-KTP dan menilai pencekalan KPK terburu-buru.

Di sisi lain tokoh muda Golkar, Ahmad Doli meminta kepada seluruh stakeholder Golkar untuk berkonsolidasi mempersiapkan kemungkinan yang terburuk kepada Setnov.

Alias jangan denial lah!. Di luar internal Golkar, ada juga Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) yang angkat bicara untuk kasus Setnov. JK mengatakan pencekalan itu merupakan wewenang KPK dan tentunya KPK juga punya bukti-bukti yang kuat untuk mencekal.

Namun yang tampaknya masih absen atau belum memberikan komentar terkait pencekalan Setnov ialah Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kenapa ya?. Presiden Jokowi memang tak mengomentari pencekalan Setnov secara langsung.

Tapi Presiden Jokowi mengutuk penyiraman air keras kepada penyidik KPK yang menangani kasus e-KTP, Novel Baswedan yang kejadiannya bersamaan dengan pencekalan kepada Setnov.

Sikap Jokowi ini pun sesuai dengan pernyataannya yang ingin pengusutan kasus e-KTP dilakukan secara benar yang berarti tanpa intervensi politik dan meminta rakyat Indonesia untuk memberikan energi atau perhatiannya terhadap pengungkapan kasus ini.

Diantaranya Jokowi meminta kepada rakyat Indonesia untuk melakukan demonstrasi besar-besaran mengawal pengusutan kasus korupsi yang besar, seperti e-KTP.

Sikap Presiden Jokowi ini seakan ingin menjawab keraguan dari beberapa pihak yang menyangsikan dirinya akan mendukung Setnov yang merupakan Ketua Umum Golkar. Apa sebab?.

Sama-sama kita ketahui, Golkar adalah partai yang pertama dan paling getol “jualan” dukungannya kepada Jokowi untuk Pilpres 2019 nanti. Sampai-sampai Pengamat Politik dari Universitas Indonesia Ari Junaedi menyatakan, semakin gencarnya pencapresan Jokowi yang dilakukan Setnov, menimbulkan pertanyaan publik, apakah ini ada kaitannya dengan kasus korupsi e-KTP?.

“Setnov dan Golkar pasti memiliki hidden agenda untuk mendukung Jokowi sedini mungkin. Dalam politik tidak ada makan siang yang gratis, tetapi pasti sarat dengan berbagai kepentingan. Apakah dalam bentuk perlindungan hukum? Itu yang nanti bisa terbukti atau tidak di akhir muara persidangan kasus rasuah e-KTP”, kata Ari.

Apakah ini dijawab oleh Presiden Jokowi?. Menurut saya, mungkin iya. Jawaban Presiden Jokowi dapat kita lihat dari beberapa peristiwa di Istana Negara, kemarin. Presiden Jokowi melantik komisioner KPU dan Bawaslu yang baru, kemarin. Selain pelantikan KPU dan Bawaslu, Presiden Jokowi juga melantik Hakim MK yang baru.

Ditambah lagi Presiden Jokowi bertemu partai politik baru yaitu Partai Solidaritas Indonesia (PSI), besutan mantan jurnalis, Grace Natalie. Brand dari PSI sendiri adalah partainya anak muda dan menjunjung tinggi partisipasi perempuan. Yang terpenting lagi, PSI yang pengurusnya tidak pernah menjadi pengurus parpol sebelumnya, menyatakan dukungannya kepada Presiden Jokowi untuk Pilpres 2019 nanti.

Dapat dikatakan, Istana Negara dipenuhi dengan kebaruan, kemarin. Dan ini dilakukan oleh Presiden Jokowi dalam satu waktu. Apakah ini kebetulan?. Haha, menurut saya adalah becanda yang terlalu serius jika menyatakan rangkaian peristiwa ini kebetulan, hehe.

Terakhir yang mesti kita ingat adalah politik itu ibarat seni drama. Yang dimana, mempunyai aktor/aktris, cerita dan panggungnya sendiri. Kita sebagai penonton hanya bisa menerka-nerka, bagaiamana akhir cerita tersebut.

Kita akan dimainkan dengan beragam emosional, seperti rasa gembira, sedih, kecewa, marah hingga hambar. Ya dalam konteks tulisan ini, kita tidak tahu apa yang akan terjadi pada Setnov, kemudian bagaimana dengan kesolidan Golkar, lalu seperti apa langkah KPK dan penyesuaian apa yang dilakukan Presiden Jokowi untuk Pilpres 2019. Namun untuk sementara, tersirat Presiden Jokowi tengah menjaga jarak dari Setnov. Selamat menerka. Terima kasih.

Selengkapnya : http://m.kompasiana.com/deddyutopis/jokowi-menjaga-jarak-dari-setnov_58ed979674977336127e7b0d

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.