Muhammad Tito Karnavian
JAKARTA,kabarpolisi.com- Kapolri, Jenderal Polisi Muhammad Tito Karnavian menuampaikan materi tentang terorisme cybercrime and national security saat di undang menjadi pemberi materi dalam 3rd International Conference on Contemporary Social and Political Affair yang diselenggarakan Fakultas ilmu Sosial dan Politik Universitas Airlangga, Di Garden Palace Hotel, Surabaya, Kamis (07/09)
Menurut Kapolri, terorisme yang terjadi di Indonesia saat ini tidak terlepas dari fenomena global, yang dimulai sejak berakhirnya era perang dingin antara negara Barat dengan Timur, yang dalam salah satu fasenya adalah penggunaan proxy oleh negara Barat untuk membendung hegemony Uni Sovyet di Timur Tengah, dan proxy yang paling memungkinkan digunakan saat itu adalah kelompok Islam, yang diangkat dengan issue penjajahan Sovyet yang dijabarkan sebagai kelompok komunis di Afghanistan yang mayoritas penduduknya beragama Islam, sehingga semangat perang yang diangkat saat itu adalah Islam melawan Komunis.
_Mujahidin berdatangan dari segala penjuru dunia ke Afghanistan untuk memerangi Uni Sovyet, mereka di support peralatan perang, dana maupun kemampuan perang oleh negara Barat di bawah komando Amerika Serikat,” kata mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) ini.
Setelah perang selesai dengan dimenangkan Islam, dalam hal ini Mujahidin yang didukung Amerika dan sekutunya. Kelompok Islam yang telah memiliki kemampuan perang, kemampuan intelijen dan peralatan yang diperoleh selama perang melawan Uni Sovyet tersebut, kembali ke khitahnya untuk mengembalikan kejayaan Islam dengan doktrin Salafi Jihadi, yang mengkafirkan semua orang yang berada diluar atau bertentangan dengan ide kelompoknya.
Menurut mantan Kadensus Mabes Polri ini, dalam upaya mencapai cita-cita membentuk kekhalifahan, mereka memulai dengan membentuk wilayah-wilayah yang dinamakan qoidah aminah, dan mereka berharap wilayah ini semakin hari semakin meluas. Hal ini bisa dilihat bagaimana mereka mencoba untuk membangun qoidah aminah di Poso, namun berhasil digagalkan oleh Polri.
“Dan sekarang kelompok yang terafiliasi, tengah berjuang untuj membangun qoidah aminah di Marawi, sebagai hubungan atau cabang qoidah aminah yang ada di Syria,” kata Kapolri.
Bagi kelompok Salafi Jihadi, katq Tito, selain 5 rukun Islam, mereka menerapkan kewajiban ini menjadi 6, yang terakhir adalah Jihad dalam arti berperang, dan para tokoh radikal yang berada di Syria telah mengeluarkan fatwa untuk tidak perlu datang ke Syria untuk melaksanakan melaksanakan Jihad, tapi dapat dilakukan di daerah masing-masing, dan bagi yang tinggal di Asia Tengggara, bisa melaksanakannta di Marawi.
Sementara itu, kehadiran kemajuan teknologi di bidang Informasi dan komunikasi, yang melahirkan cyber space, memberi peluang yang lebih luas bagi kegiatan terorisme ini untuk menyebarkan pengaruhnya, sehingga menimbulkan lone wolf, yaitu individu yang berjuang / berjihad sendiri. Tidak terafiliasi secara fisik dengan kelompok radikal manapun.
“Mereka telah menjadi radikal karena terhubung dengan motivatornya melalui internet, yang dikenal dengan nama self radicalization, dan membentuk leaderless jihad, tanpa pemimpin maupun struktur organisasi, tidak seperti jaman Jemaah Islamiyah yang disebut Kapolri sebagai first wave,” ujar Tito.
Nah, yang perlu dilakukan untuk membendung aksi radikal ini, kata Kapolri, maka kepada negara-negara dihimbau perlunya meningkatkan kerjasama antar negara, baik ditingkat regional maupun internasional, juga dengan lembaga-lembaga non state. Untuk menciptakan atmospher yang baik di dunia Islam, dan tidak untuk melemahkan Islam.
$Penggunaan pendekatan yang lebih lunak, maupun upaya paksa menggunakan kekuatan secara bersamaan dan proporsional, dengan didukung saling tukar informasi, best practices dan peralatan yang didukung teknologi tinggi, diantara negara-negara di dunia,” ujarnya.
Tito menambahkan, seminimal mungkin menggunakan kekuatan militer yang akan menimbulkan collateral damage, kecuali tidak ada pilihan lain.
Mengakhiri satu jam presentasinya yang disampaikan dalam bahasa Inggris yang sangat lancar, Kapolri Tito Karnavian menghimbau seluruh negara di dunia maupun lembaga lembaga selain negara, untuk membentuk norma-norma yang adil, dalam rangka terbentuknya aturan bersama yang lebih konstruktif.
Selain Kapolri, ada beberapa pemberi materi, yaitu Gubernur Lemhanas Letjen TNI (Purn.) Agus Widjojo, Prof. Peter Grabosky (ANU College of Asia and the Pacific), Prof. Hisae Nakanishi (Global studies, Dosisha University of Kyoto) dan Dr. Robbie Peters (Director of Development Studies University of Sydney) (Dewi/Ari)