JAKARTA, kabarpolisi.com – Kejahatan seksual bergerombol (geng rape) terhadap anak terulang kembali di Bengkulu. Belum lupa dari ingatan kita tragedi kemanusiaan yang pernah dialami anak remaja putri setahun yang lalu disalah satu desa di Bengkulu, dua hari lalu warga Bengkulu kembali lagi dikejutkan dengan munculnya kasus serupa yang dialami seorang remaja putri.
Sebut saja Bunga, 14, (bukan nama sebenarnya) putri kelas Satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) warga Kecamatan HPB mengalami kekerasan seksual dan perlakuan biadap dan keji yang diduga dilakukan oleh 20 orang pelaku secara bersama-sama di dua lokasi berbeda dimana 5 diantara pelaku masih berusia dibawah 17 tahun.
Bila terdapat bukti yang meyakinkan dan sah secara hukum atas kasus ini, para terduga pelaku biadap ini dapat diancam hukuman pidana seumur hidup bagi pelaku dewasa, dan 10 tahun maksimal bagi pelaku usia anak.
Mengingat kasus kejahatan seksual terhadap anak baik yang dilakukan secara perorangan dan bergerombol merupakan kejahatan luar biasa, setara dengan tindak pidana korupsi, teroris dan narkoba, Komisi Nasional Perlindungan Anak sebagai lembaga independen dibidang pembelaan dan perlindungan anak di Indonesia mendorong aparatus penegak hukum Penyidik Polri untuk menjerat pelaku dengan pasal berlapis sesuai dengan menerapkan ketentuan UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang penerapan Peraturan Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor : 01 Tahun 2016 tentang perubahan kedua UU RI Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, junto UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan anak dan UU RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dengan ancaman hukuman seumur hidup bagi pelaku dewasa, demikian disampaikan Arist Merdeka Sirait Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak kepada media Selasa 07/11/17 dikantornya di Jln. TB. Simatupang 33, Jakarta Timur.
Arist Merdeka mengingatkan, untuk kejahatan seksual terhadap anak baik yang dilakukan secara perorangan, sendiri-sendiri maupun bergerombol tidak ada kata DAMAI untuk kejahatan seksual terhadap anak, dan berdadarkan pasal 59 dan 82 UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan anak tidak mengenal kata SUKA SAMA SUKA untuk persetubuhan terhadap anak dibawah usia 18 tahun. Sebab anak tidak pada posisi menyetujui.
Oleh sebab itu, untuk kepentingan pembelaan korban, Komnas Perlindungan Anak secara organisatoris memohon dukungan dan atensi Kalolda Bengkulu guna mendorong pihak penyidik Polres tidak memberikan peluang damai dengan memghilangkan tindak pidananya bagi pelaku untuk kejahatan seksual yang dilakukan oleh 20 orang terduga pelaku.
Untuk keperluan pembelaan korban dan penegakan hukum atas kasus “geng rape” ini, Komnas Anak segera mengagendakan bertemu Kapolda Bengkulu dan Polres Bengkulu Utara untuk berkordinasi memberikan yang terbaik bagi anak dan kemungkinan bantuan terapy psikososial dan penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi bagi korban tindak pidana dan penerapannya.
Disamping itu, untuk kepentingan penyidikan, Komnas Perlindungan Anak juga mendesak para orangtua atau wali terduga pelaku untuk membantu penyerahkan diri pelaku ke Polisi dan meminta segera Polres Bengkulu Utara untuk segera menangkap pelaku, dan memberlakukan terduga pelaku anak dengan menggunakan prinsip-prinsip hak perlindungan anak dalam proses penyidikannya, di akhir pemberian keterangan persnya Komnas Perlindungan Anak menyampaikan apreasi kepada Polres Bengkulu Utara yang telah bertindak cepat untuk mengungkap kasus ini.
Zaidina Hamzah