Kyai Cabul Magelang Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Empat Santriwatinya, Dituntut 13 Tahun Penjara dan Denda Rp 290.465.000

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut K.H Ahmad Labib Asrori 13 tahun penjara dan denda Rp 290.465.000, Dalam kasus kekerasan seksual terhadap empat santriwati pondok pesantren Irsyadul Mubtadiin.

Kabarpolisi.com – Jawa Tengah, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Magelang menuntut kyai pimpinan sekaligus pemilik pondok pesantren Irsyadul Mubtadiin, K.H Ahmad Labib Asrori pidana penjara selama 13 tahun. Labib merupakan terdakwa kasus kekerasan seksual terhadap empat santriwati pondok pesantren.

Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Aditya Oktavian, S.H mengatakan agenda pembacaan tuntutan terhadap Labib telah disampaikan pada sidang yang digelar secara tertutup. Pada hari ini Senin, (13/1/2025).

” Kami Jaksa Penuntut Umum menuntut terdakwa Labib dengan pidana penjara selama 13 tahun dikurangi masa tahanan, Ujar Aditya kepada awak media.

Selain pidana penjara kami juga membebankan Labib membayar denda sebesar Rp 290.465.000,- (Dua ratus sembilan puluh juta empat ratus enam puluh lima ribu rupiah), Dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti dengan penjara selama tiga bulan, Lanjutnya.

Meskipun terdakwa Labib sudah menyesali perbuatannya, Keadaan yang memberatkan adalah terdakwa merupakan panutan umat yakni seorang kyai, Penceramah Agama, Pengajar pondok pesantren dan pendidik yanng mendapatkan mandat untuk melakukan perlindungan, dan pengurus atau petugas terhadap orang yang dipercayakan atau diserahkan padanya. Dilakukan lebih dari satu kali ( berkali – kali ) terhadap lebih dari satu orang ( empat orang ).

Perbuatan Labib mengakibatkan empat korban perbuatannya telah mengalami kecemasan dan depresif. Hal ini dapat terjadi risiko dampak psikologis jangka panjang pada kehidupan masa depan ke empat korban yang semuanya masih berusia remaja sebagaimana laporan hasil pemeriksaan psikologi forensik,” ujarnya.

BACA JUGA  Divhumas Polri Raih Predikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK)

Aditya Oktavian menambahkan Labib di jerat sesuai dalam dakwaan alternatif kesatu pasal 6 huruf c Jo pasal 15 ayat [1] huruf b, huruf c dan huruf e UU RI No.12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Untuk menjawab pertanyaan beberapa awak media, Gerakan Pemuda Ka’bah (GPK) Aliansi Tepi Barat Mengatakan bahwa Kasus kekerasan seksual yang terjadi di pondok pesantren Irsyadul Mubtadiin di Kecamatan Tempuran, Magelang telah menjadi keprihatinan bagi seluruh komponen masyarakat Kabupaten Magelang.

Pujiyanto alias Yanto Pethuk’s Komandan Gerakan Pemuda Ka’bah [GPK] Aliansi Tepi Barat, yang memimpin langsung untuk mengawal kasus ini, tetap akan konsisten dalam perjuangannya.

Pujiyanto menegaskan bahwa jika putusan Majelis Hakim tidak sesuai dengan tuntutan yang diajukan, Masyarakat pasti akan mempertanyakan integritas penegakan hukum.
Apakah penegakan hukum lebih cenderung kepada masyarakat kecil dan korban ?,
Ataukah lebih memihak pada tokoh agama?

Kasus kekerasan seksual di pondok pesantren menjadi semakin mengkhawatirkan karena masih ada lagi kasus serupa terjadi di kecamatan yang sama, yakni kecamatan Tempuran, Ungkapnya.

Ia berharap agar majelis hakim dapat menjatuhkan vonis sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Serta tetap menegakkan kebenaran dan keadilan.

Pujiyanto menegaskan bahwa semua korban adalah anak didiknya Labib yang seharusnya diajari Akhlaqulkarimah, namun mereka malah dirusak akhlaknya, dirusak masa depannya, di bunuh karakternya secara keji dan biadab.

Dengan ini, GPK Aliansi Tepi Barat beserta sayap – sayapnya memberikan dukungan penuh kepada korban dan menuntut agar keadilan ditegakkan dalam kasus ini. Kebenaran harus terungkap dan pelaku kekerasan seksual dapat dihukum sesuai dengan perbuatannya.

Di kesempatan yang sama dari tim penasehat hukum para korban melalui Ahmad Sholihudin,S.H, Mengatakan bahwa tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada terdakwa 13 tahun hukuman penjara sudah sesuai dengan harapan kami. Dan nantinya kami tetap berharap majelis hakim tidak mengendurkan hukuman sebagaimana tuntutan JPU kepada terdakwa K.H Ahmad Labib Asrori.

BACA JUGA  Ratusan Masa GPK Aliansi Tepi Barat Beserta dan Tim Kuasa Hukum Korban Kekerasan Seksual, Berkomitmen Kawal Persidangan

“Kami menaruh harap pada restitusi terhadap korban yang dibuat oleh Penuntut Umum maupun majelis yang memutus. Begitu juga kami mendorong agar penegakkan hukum yang berorientasi pada korban diterapkan ditingkat Kejaksaan Negeri ( Kejari) karena pada tataran praktek, masih ada kelemahan yang perlu ditutupi. ” Mereka menerima konsep restitusi, tapi masih banyak kelemahan,” Ujarnya.

Ahmad Sholihudin, S.H menambahkan bahwa berapapun penggantian rugi tidak bisa mengembalikan masa depan mereka yang sudah hancur. Kami berharap adanya ganti rugi ini pelaku jera,” Tegasnya.

Pantauan awak media, Puluhan mahasiswi yang tergabung dalam empat universitas juga ikut mendatangi Pengadilan Negeri (PN) Mungkid Kabupaten Magelang mengikuti perkembangan sidang kyai cabul Magelang.

Mahasiswa menyatakan penghargaan dan mengapresiasi sepenuhnya kepada GPK Aliansi Tepi Barat yang berkomitmen dalam memperjuangkan keadilan, Sejak awal terlibat langsung dalam pendampingan korban. Meski tidak mudah mengikuti proses kasusnya, Rasanya seru dan bangga kini kita dan masyarakat bisa melihat bersama-sama bahwa kebenaran bisa ditegakkan. Kepedulian sebagai upaya perlindungan bagi korban kekerasan seksual khususnya kepada perempuan.

Puluhan mahasiswa sebagai praktisi hukum berharap kepada GPK Aliansi Tepi Barat beserta sayap – sayapnya untuk terus sebagai kontrol sistem birokrasi khususnya di kabupaten Magelang. Serta publik pun ikut mengawal kasus kekerasan seksual yang di lakukan oleh oknum kyai terhadap empat santriwatinya ini sampai tuntas, sehingga tidak ada celah hukuman ringan untuk Labib. Kami rasa kurang tepat kalau hanya di tuntut 13tahun, Kami berharap maksimal minimalnya penjara seumur hidup, Pungkasnya.

( Tri )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.