MK Tolak Konsultasi Partai Demokrat Terkait UU Pemilu

JAKARTA, kabarpolisi.com – Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Hinca Pandjaitan, mendatangi gedung Mahkamah Konstitusi (MK) untuk berkonsultasi terkait uji materi Undang-undang Penyelenggaraan Pemilu yang baru disahkan DPR RI.

Namun, Juru bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono memastikan pihaknya tak menerima konsultasi dari Partai Demokrat tentang pembahasan UU Pemilu. Sebagai lembaga pengawal konstitusi, kata Fajar, MK tak boleh menemui pihak-pihak yang berperkara.

“MK tidak bisa (menerima konsultasi) karena secara institusi memang tidak boleh. Baik yang menerima humas atau bagian MK lainnya itu juga tidak boleh,” ujar Fajar di gedung MK, Jakarta, Rabu (2/8).

Sebelumnya Hinca mengatakan, selain konsultasi, kedatangan dirinya ke MK untuk memastikan penandatanganan UU Pemilu yang baru disahkan dan keabsahan legal standing atau kedudukan hukum Partai Demokrat sebagai pemohon.

“Sampai hari ini kami belum dapat info valid apakah UU tersebut sudah ditandatangani Pak Jokowi apa belum. Untuk memastikan itu kami ingin komunikasi dengan sekretariat atau jubir MK,” ujar Hinca di Gedung MK.

Tak hanya itu, Hinca mengatakan pihaknya ingin memastikan terkait keabsahan kedudukan hukum (legal standing) Partai Demokrat untuk mengajukan uji materi.

Ia juga ingin memastikan soal keabsahan kedudukan hukum atau legal standing Partai Demokrat untuk mengajukan uji materi tersebut.

Kendati demikian, Hinca mengklaim, pihaknya bersama tim advokasi Partai Demokrat telah membicarakan materi dan substansi UU yang akan diajukan ke MK.

“Kalau konsultasi sebatas mekanisme hukum seperti persiapan berkas atau kapan mulai sidang biasanya diterima di bagian penerimaan perkara,” kata Fajar secara terpisah.

Dikutip dari CNN Indonesia, sementara terkait kedudukan hukum pemohon, lanjut Fajar, pihak yang mengajukan uji materi harus bisa meyakinkan hakim. Berkaca pada sejumlah putusan di MK, sambung Fajar, permohonan uji materi yang diajukan partai politik umumnya tak diterima karena tak memiliki kedudukan hukum yang sah.

Salah satunya permohonan uji materi UU Parpol tentang kepengurusan parpol yang diajukan tim advokasi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Kamal. MK tak menerima permohonan lantaran Kamal sebagai Kepala Departemen Advokasi DPP PPP dianggap tidak memiliki kedudukan hukum.

Meski perorangan, menurut dia, Kamal tidak bisa lepas dari jabatan tersebut. Sementara untuk parpol lain yang tak ikut dalam pembahasan UU, kata Fajar, boleh mengajukan uji materi tersebut.

“Sedangkan PPP kan ikut serta ambil bagian dalam pembentukan UU itu. Jadi oleh MK dipertimbangkan pemohon tidak memiliki legal standing,” ucap Fajar.

Akhirnya pada hari ini, Hinca dan tim advokasi Partai Demokrat urung berkonsultasi karena tidak ada pihak MK yang menerima.

Hinca tak menampik rencana pengajuan uji materi ini sebagai tindak lanjut hasil pertemuan antara Ketua Umum Partai Demokrat Soesilo Bambang Yudhoyono dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo di Cikeas pada 27 Juli lalu. Hinca yang juga hadir di Cikeas pada malam itu mengatakan UU Pemilu adalah salah satu isu yang paling disorot dalam pertemuan tersebut.

“UU Pemilu ini jadi epicentrum kami kemarin, karena itu akan mengubah sejarah dalam pilpres maupun pileg,” ucapnya.

Sementara itu tim advokasi Partai Demokrat, Didi Irawadi Syamsudin, mengatakan salah satu yang bakal digugat adalah soal ketentuan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold.

“Kami akan konsultasikan dulu memastikan hal teknis, sehingga ketika diajukan semua sudah firm dan mantap,” ujar pria yang juga menjabat sebagai Wasekjen Partai Demokrat.

Demokrat adalah satu dari empat fraksi yang memutuskan keluar (walk out) dari rapat paripurna DPR RI saat mengesahkan revisi UU Penyelenggaraan Pemilu. Tiga fraksi lain yang walk out dalam rapat tersebut adalah Gerindra, PKS, dan PAN.

Mereka menolak mekanisme voting untuk menentukan pengesahan UU Penyelenggaraan Pemilu. Penolakan utama terkait pemberlakuan ambang batas pilpres 20/25 persen.

Secara terpisah, Menteri Dalam Negeri RI, Tjahjo Kumolo meminta Partai Demokrat tidak lupa dengan sejarah sikap mereka menanggapi persoalan ambang batas pencalonan presiden.

Mantan Sekretaris Jenderal PDIP itu mengatakan pada pemilu sebelumnya, Partai Demokrat justru tidak mempermasalahkan keberadaan PT hingga 20 persen.

“Silakan saja [menggugat UU Penyelenggaraan Pemilu]. Hanya tolong dibuka file-nya, dulu waktu Demokrat memimpin [legislatif] setuju kok 20 persen,” ujar Tjahjo di kawasan Ancol, Jakarta Utara, Rabu (2/8). (Rizal)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.