JAKARTA, kabarpolisi.com – Komisioner Ombudsman RI, Adrianus Meliala menjelaskan, rekomendasi yang dikeluarkan oleh Ombudsman kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, agar dapat menata kembali Pedagang Kaki Lima yang berada di Jalan Jatibaru, Tanah Abang, dikeluarkan melalui hasil kajian serius.
Ia pun membantah tudingan yang menyatakan bahwa Ombudsman saat ini tengah berpolitik, karena mengeluarkan rekomendasi yang dapat menonjobkan, atau membebastugaskan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dari tampuk kekuasaannya itu.
Menurut Adrianus, pihaknya hanya menjalani tugas dan fungsinya sebagai lembaga negara yang telah diamanatkan oleh undang-undang. Sebab, ia meyakini bahwa kebijakan Gubernur DKI Jakarta yang saat ini telah mengizinkan para pedagang kaki lima menggunakan fasilitas jalan raya di Jati Baru itu adalah kebijakan yang salah.
“Saya kira, jauh dari anggapan bahwa kami berpolitik gitu ya. Kami melihatnya, lebih pada sejauh mana publik disusahkan oleh kebijakan pemerintah. Pada dasarnya, kami memiliki perspektif pelayanan publik seharusnya dapat dimuliakan, jangan diganggu dengan yang lain-lainnya,” kata Adrianus Meliala di kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Selasa 27 Maret 2018 seperti dikutip VIVAnews
Ia pun menegaskan, pihaknya memiliki wewenang untuk mengevaluasi kebijakan Pemprov DKI Jakarta, yang menata pedagang kaki lima dengan cara memindahkan para pedagang dari Blok G ke jalan Jatibaru itu.
Dengan demikian, ia berharap, agar Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dapat kembali membersihkan jalan Jatibaru dari aktivitas para PKL. “Kami hanya ingin dua hal saja, Pemprov DKI mengembalikan pedagang ke Blok G dan mengembalikan fungsi jalan raya sebagaimana mestinya,” katanya.
Empat Temuan Ombudsman
Seperti diketahui, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerapkan penataan kawasan Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, mulai Jumat 22 Desember 2017.
Ketika itu, menurut Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, penataan yang dilakukan di Tanah Abang ada dua tahap, tahap jangka panjang dan jangka pendek.
Untuk jangka pendek, Pemprov DKI Jakarta memberlakukan penutupan salah satu sisi ruas jalan di Jalan Jati Baru, tepatnya depan pintu lama Stasiun Tanah Abang. Satu ruas jalan akan dijadikan lokasi berjualan untuk PKL dengan disiapkan 400 tenda secara gratis.
Ombudsman Republik Indonesia (ORI) telah mengeluarkan hasil pemeriksaan terkait dugaan maladministrasi, dalam penataan Jalan Jatibaru, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Setidaknya, ada empat tindakan yang diduga maladministrasi atas kebijakan penataan pedagang kaki lima di lokasi tersebut.
Komisioner ORI, Dominikus mengatakan, maladministrasi yang pertama adalah tindakan tidak kompeten yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta bersama Dinas UKM dan Perdagangan, dalam mengantisipasi dampak dari penataan PKL di Jalan Jatibaru Raya.
Hal ini terlihat dari tidak selaras dengan tugas Dinas UKM dan Perdagangan, dalam melaksanakan pembangunan, pengembangan, dan pembinaan usaha mikro, kecil, dan menengah serta perdagangan sesuai Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 266 Tahun 2016.
“Gubernur DKI Jakarta dalam penataan PKL di Jalan Jatibaru Raya tidak memiliki perencanaan yang matang, terkesan terburu-buru dan parsial karena Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum memiliki Rencana Induk Penataan PKL dan peta jalan PKL di Provinsi DKI Jakarta,” kata Dominikus, Senin, 26 Maret 2018.
Selain itu, kebijakan Gubernur DKI Jakarta dalam melakukan penutupan Jalan Jati Baru Raya dinilai telah menyimpang dari prosedur. Sebab, kebijakan Gubernur DKI Jakarta bersama Dinas Perhubungan DKI Jakarta tersebut dilakukan tanpa mendapatkan izin terlebih dahulu dari Polda Metro Jaya c.q. Ditlantas.
“Mengingat, sesuai ketentuan Pasal 128 ayat (3) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bahwa terhadap penggunaan jalan selain untuk kepentingan lalu lintas harus dengan seizin Polri,” ujarnya menambahkan.
Dugaan maladministrasi lainnya yaitu, pengabaian kewajiban hukum kebijakan Gubernur DKI Jakarta berupa diskresi dalam penataan PKL di Jalan Jatibaru Raya, dengan menutup Jalan tersebut, tidak sejalan dengan ketentuan tentang penggunaan diskresi sebagaimana UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Selain itu juga mengabaikan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta 2030 dan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Pengaturan Zonasi DKI Jakarta 2030.
“Hal ini menurut Tim Ombudsman merupakan maladministrasi berupa pengabaian kewajiban hukum,” ujarnya menegaskan.
Ombudsman juga menemukan ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan Pemprov DKI.
Tim Ombudsman menemukan alih fungsi Jalan Jatibaru Raya Tanah Abang, telah melanggar Ketentuan Peraturan perundang-undangan, yaitu UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan, dan Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum.
“Selain alih fungsi Jalan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang menyampingkan hak pejalan kaki atau pedestrian dalam menggunakan fasilitas trotoar juga telah melanggar Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2014 tentang Transportasi.” (Musta’in)