OPINI  

Pedesterian Pasar Padang Panjang, antara Prestise dan Upaya Permalukan Walikota

Oleh : Awaluddin Awe)*

Proyek pedesterian Pasar Padang Panjang adalah satu proyek prestesius di kota Padang Panjang.

Proyek ini adalah bagian terpenting dalam mengukuhkan Pasar Padang Panjang sebagai pasar ramah lingkungan.

Proyek ini berupa pembangunan kawasan trotoar di sekeliling pasar dan kawasan terdekatnya.

Proyek juga menyiapkan sejumlah fasilitas tambahan seperti halte

Proyek menekankan estetika lingkungan dengan menanam pohon pelindung mahal dan lampu besar terang benderang.

Proyek ini menjadi sasaran monumental bagi Pemko Padang Panjang dan bakti otentik dari Walikota Padang Panjang Fadly Amran terhadap para pedagang dan bagi masyarakat Padang Panjang.

Tidak mudah bagi Walikota untuk mendapatkan anggaran Rp7,5 miliar untuk membangun proyek pedesterian ini.

Akhirnya Bermasalah

Tetapi sangat disayangkan, perjalanan proyek ini dari awal sudah bermasalah. Konon kabarnya, rekanan yang memenangkan tender ini melarikan diri.

Ceritanya, perusahaan milik Furqan ini dipinjam oleh seseorang bernama Fajar untuk mengikuti lelang proyek pembangunan trotoar ini.

Di dalam daftar lelang nilai proyek ini sebesar Rp7,5 miliar. Fajar menawar turun 27 persen dari nilai itu, dan kemudian menang.

Tetapi entah bagaimana ceritanya, si Fajar melarikan diri. Dan perusahaan terpaksa diambil alih oleh pemilik proyek, Furqan namanya.

Dalam perjalanan proyek banyak tentangan di lapangan. Struktur trotoar yang terlalu tinggi, terlalu luas dan harus menggunakan andesit tegak lurus, membawa efek kepada pedagang.

Pertama, luas trotoar kemudian memakan lahan tempat berdagang. Misalnya di pasar buah dan membatasi lahan parkir roda empat dan roda dua.

Kedua, para pedagang ruko kesulitan memobilisasi barangnya dari jalan ke dalam toko. Sebab posisi batas trotoar ke jalan terlalu tinggi.

Permintaan para pedagang agar dipasangkan andesit miring ditolak oleh pihak PUPR. Akibatnya kontraktor ditolak bekerja di sejumlah titik.

Kini, progres pekerjaan secara fisik memang terbatas disebabkan banyaknya pedagang yang menolak pembangunan trotoar.

Uniknya ketika hal ini diajukan pihak kontraktor kepada Kadis PUPR sebagai kendala, malah kontraknya diancam diputus.

Upaya Politisisasi

Sepertinya, sejak awal proyek ini sudah punya nilai politis juga. Alasan pihak ULP Padang Panjang memenangkan rekanan ini pantas dipertanyakan.

Sebab, perusahaan saat mengikuti lelang dalam status dipinjam oleh pihak lain. Dalam kegiatan lelang memang boleh saja meminjam perusahaan lain, tetapi harus selektif menetapkan indikator amannya.

Terbukti, setelah menang, si peminjam perusahaan melarikan diri. Terpaksa pekerjaan diambil alih oleh pemilik perusahaan.

Alasan berikutnya, proyek ini minim kordinasi. Proyek sebesar ini tidak terkordinasi dengan baik. Pihak Dinas Pasar Padang Panjang seperti tidak dilibatkan, termasuk Satpol PP setempat.

Sudah jelas proyek prestesius ini ditujukan untuk kepentingan dan kemaslahatan pasar, mengapa pihak Dinas Pasar tidak bisa meyakinkan para pedagang menerima pekerjaan trotoar ini.

Dan, konon kabarnya, sering terjadi perontokan bagian trotoar yang sudah selesai dikerjakan oleh pihak pihak yang sulit dilacak orangnya, pada malam hari.

Dan, ini lebih ironis. Tata kelola perparkiran menjadi semakin semraut. Bahkan terpaksa memakai pondasi trotoar yang akan dipasang.

Gambaran keindahan proyek pedesterian ini nyaris tenggelam akibat tidak adanya kordinasi antardinas dalam mengamankan proyek termahal di kota Padang Panjang ini.

Digeser jadi Permalukan Walikota

Kini, proyek pedesterian digeser menjadi upaya mempermalukan walikota. Dianggap walikota membangun impian berlebihan.

Ada dugaan, ada pihak pihak yang bermain di luar proyek membangun justifikasi bagaimana proyek ini harus gagal dan kemudian menjadi malunya sang walikota muda.

Dugaan ini bisa dilihat dari skenario memenangkan perusahaan. Jelas bahwa perusahaan dipinjam dan lalu dimenangkan.

Dan kemudian, seperti diciptakan proses pembangunan trotoar bermasalah dan, kemudian menjadi alasan untuk mengganti kontraktor. Padahal, pekerjaan terhambat karena ada penolakan dari sejumlah pedagang.

Dugaan ini diperkuat dengan disharmonisasi secara politik antara Walikota dan tim pendukungnya. Kebetulan Kadis PUPR Padang Panjang sekarang adalah titipan dari tim walikota, yang konon kabarnya sudah hampir pecah kongsi.

Dari tindakan sang Kadis PUPR dalam menangani proyek ini memang terlihat warna perpecahan itu. Salah satunya, tidak mengkordinasikan pekerjaan dengan dinas terkait.

Kedua, tidak memberikan ruang sama sekali kepada pedagang untuk melakukan review design, dari semula pemasangan andesit lurus menjadi miring. Tujuannya supaya mobilisasi barang pedagang lancar.

Artinya, peluang menolak proyek ini diperbesar dan kemudian terkendala, dan walikota dipersalahkan, tidak tegas kepada anak buah.

Persepsi ini sedikit banyaknya hampir terbukti. Seorang pejabat teras di kantor Pemko Padang Panjang diberikan informasi solusi proyek ini, sama sekali tidak melakukannya.

Padahal masukan itu sangat penting disampaikan kepada Kadis PUPR supaya tidak terjebak praktik mengancam rekanan akibat kegagalannya mengkordinasikan pekerjaan dengan lintas dinas terkait.

Kalangan di DPRD Padang Panjang kabarnya juga melihat sisi lemah proyek pedesterian ini dari minus kordinasi.

Kadis PUPR Padang Panjang hanya mampu berang berang kepada rekanan, tapi tidak mampu melihat fakta di lapangan, bahwa timnya tidak bisa bekerjasama menyukseskan pekerjaan ini.

Saya teringat dengan ucapan seorang pejabat ULP Padang Panjang satu waktu, bahwa dirinya siap siap tidak disukai pejabat Pemko, tetapi tidak disebutkan alasannya.

Apakah ada kaitannya dengan mission link proyek pedesterian ini, saya coba gali lebih dalam persoalan sebenarnya.

Mudah mudahan saja tidak benar. (*)

)Penulis adalah wartawan sekaligus Pemimpin Redaksi Kabarpolisi.com Jakarta, berdomisili di Padang Panjang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.