Pemerintah Beri Kesempatan Nelayan Beralih dari Cantrang

TEGAL, kabarpolisi.com – Pemerintah sepakat dengan para nelayan bahwa pemerintah tidak akan mencabut Peraturan Menteri tentang pelarangan cantrang. Namun, pemerintah akan memberikan perpanjangan waktu kepada kapal cantrang untuk tetap melaut sampai dengan pengalihan alat tangkap mereka selesai.

Hal ini disampaikan Presiden saat berkunjung ke Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah, Senin, (15/1/2018) lalu, Presiden Joko Widodo bertemu dengan perwakilan nelayan Jawa Tengah yang berasal dari Tegal, Batang, Pati, dan Rembang.

Dalam pertemuan tersebut, dilansir dalam rilis Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden, Bey Machmudin, pemerintah dan nelayan berdiskusi serta mencari solusi dari kebijakan pelarangan penggunaan cantrang. Pertemuan pun kembali dilanjutkan pada Rabu (17/1/2018), di Istana Merdeka Jakarta.

Pada pukul 15.30 WIB, Kepala Negara menepati janjinya bertemu dengan para perwakilan nelayan, yaitu Ketua Aliansi Nelayan Indonesia, Riyono; Wakil Ketua Aliansi nelayan Indonesia, Suyoto; Ketua KUD Mina Santosa Tegal, Hadi Santoso; dan Nahkoda Kapal, Rasmijan.

Mereka hadir bersama Bupati Batang, Wihaji; Bupati Tegal, Enthus Susmono; Wali Kota Tegal, Nursoleh; Bupati Pati, Haryanto; dan Bupati Rembang, Abdul Hafidz.

Sedangkan Presiden saat pertemuan berlangsung didampingi Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti; Menteri Sekretaris Negara, Pratikno; dan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan, Sjarief Widjaja.

Di saat yang bersamaan, ribuan nelayan dari berbagai daerah juga menggelar aksi demonstrasi menentang cantrang di depan Istana Merdeka. Bahkan, aksi tersebut sudah dimulai sejak pagi hari.

Dalam pertemuan yang berlangsung selama satu jam tersebut, Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti sepakat dengan para nelayan bahwa pemerintah tidak akan mencabut Peraturan Menteri tentang pelarangan cantrang. Namun, pemerintah akan memberikan perpanjangan waktu kepada kapal cantrang untuk tetap melaut sampai dengan pengalihan alat tangkap mereka selesai.

“Ini dengan kondisi tidak boleh ada penambahan kapal cantrang. Semua kapal cantrang yang ada harus melakukan pengukuran ulang kapalnya dengan benar dan hanya di Pantai Utara Pulau Jawa,” ucap Susi.

BACA JUGA  Konferensi Pers " Penemuan Senpi Ilegal" Oleh Kabid Humas Polda Jawa Barat

Di akhir pertemuan, Presiden menjelaskan bahwa hasil dari pertemuan hari ini adalah pemerintah memberikan kesempatan kepada nelayan untuk beralih dari penggunaan cantrang.

“Kesimpulannya adalah diberikan waktu untuk sampai rampung semua, pindah dari cantrang menuju ke yang baru, tanpa ada batasan waktu pun. Tapi jangan sampai nambah kapal,” ucap Presiden.

Usai pertemuan, Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti langsung menemui para nelayan yang sedang melakukan aksi di depan Istana Merdeka. Susi meminta para nelayan menyepakati hasil dari pertemuan tersebut.

“Saya tidak mau ada kapal cantrang ilegal, tidak punya ukuran, ukuran mark down masih melaut. Kemudian tidak boleh ada kapal tambahan lagi. Semua harus berniat beralih alat tangkap. Setuju? Harus. Kalau nggak setuju tak cabut lagi,” ujar Susi.

Susi juga menjelaskan kepada para nelayan bahwa tujuan pemerintah membuat kebijakan tersebut adalah semata-mata untuk melindungi para nelayan dan laut Indonesia. Sehingga ia pun berharap agar para nelayan mendukung setiap program dan kebijakan yang dibuat pemerintah.

“Kalau sampeyan bandel terus nelayan tradisional marah, Pak Jokowi kan juga susah. Jadi tolong kompromi ini dipatuhi,” ungkap Susi.

Terakhir, Susi juga menyatakan kepada para nelayan bahwa pemerintah tak segan untuk membantu agar kehidupan para nelayan di seluruh Tanah Air semakin sejahtera.

“Kredit macet juga akan dibantu tapi nggak boleh bohong ukuran kapal. Kalau masih ada yang bohong tahun depan ditenggelemin. Saya ingin Anda-Anda menguasai laut Indonesia, bukan kapal-kapal ikan asing. Hidup nelayan Indonesia!,” ucap Susi.

Demikian siaran pers yang diterima redaksi kabarpolisi.com dari Humas Kemensetneg.

Apa itu Cantrang?

Cantrang adalah salah satu jenis Alat Penangkapan Ikan (API) yang masuk dalam kelompok pukat tarik berkapal (boat or vessel seines).

BACA JUGA  4 Jenderal Polri Kompak Bareng Polwan dan Wartawan Sebar Kebaikan di Bulan Ramadan

Seperti dilansir Kumparan.com sejumlah nelayan khususnya yang berada di sekitar Jawa Tengah mengenal istilah cantrang atau dogol atau pukat dogol sebagai pukat kantong yang dioperasikan di dasar perairan, terutama untuk menangkap ikan-ikan demersal dan hewan-hewan dasar lainnya.

Cantrang biasanya disamakan dengan demersial danish seine yang dipakai di dunia barat. Pukat dogol atau cantrang sendiri berbeda dengan pukat harimau (trawl), karena cantrang tidak ditarik kecuali sepanjang tali utamanya saja.

Didasarkan pada pertimbangan kelangsungan ekosistem laut Indonesia, larangan penggunaan alat penangkapan ikan (API) jenis trawl atau pukat atau cantrang melalui Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan (KP) No.2 tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan API Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik mulai diberlakukan sejak 2015 silam.

Namun demikian, tak ayal pelarangan ini menuai banyak protes dari sana-sini khususnya dari pihak nelayan.

Keputusan untuk melarang pengunaan cantrang oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tentu memiliki alasan yang kuat. Pun para nelayan sebetulnya menyadari bahwa penggunaan alat tangkap cantrang tidak menguntungkan.

Selain merusak ekosistem, hasil tangkapan cantrang didominasi ikan kecil yang harganya pun murah di pasaran. Namun toh tetap saja masih banyak nelayan yang menggunakan cantrang dengan alasan hasil tangkapan yang didapat lebih banyak.

Selaras dengan larangan penggunaan cantrang oleh KKP, sebuah kajian dari WWF-Indonesia pada 2015 silam menyebutkan bahwa hanya sekitar 18-40% hasil tangkapan trawl dan cantrang yang bernilai ekonomis dan dapat dikonsumsi.

Sekitar 60-82% adalah tangkapan sampingan (bycatch) atau tidak dimanfaatkan (discard), sehingga sebagian besar hasil tangkapan tersebut dibuang ke laut dalam keadaan mati.

Penggunaan trawl dengan mengeruk dasar perairan merusak habitat serta penggunaan mata jaring yang kecil juga menyebabkan tertangkapnya berbagai jenis biota yang masih anakan atau belum matang gonad.

BACA JUGA  Humas Polri Hadirkan Portal Humas, Mudahkan Akses Informasi dan Citizen Journalism

Persoalan yang sangat memprihatikan adalah pemborosan sumberdaya ini telah terjadi terus menerus sejak alat tangkap ini dipergunakan secara luas pada tahun 1960.

Untuk lebih jelasnya berikut dampak buruk dari penggunaan cantrang sebagai alat tangkap ikan:

Pertama adalah hasil tangkapan cantrang tidak selektif dengan komposisi hasil tangkapan yang menangkap semua ukuran ikan, udang, kepiting, serta biota lainnya.

Biota-biota yang belum matang gonad dan memijah yang ikut tertangkap tidak dapat berkembang biak menghasilkan individu baru.

Kondisi ini menyebabkan deplesi stok atau pengurangan stok sumber daya ikan, hasil tangkapan akan semakin berkurang.
Kedua, biota yang dibuang akan mengacaukan data perikanan karena tidak tercatat sebagai hasil produksi perikanan.

Analisis stok sumber daya perikanan pun menjadi kurang akurat sehingga menyebabkan tidak sesuainya kebijakan pengelolaan dan kenyataan kondisi sumber daya perikanan.

Ketiga, pengoperasian cantrang yang mengeruk dasar perairan dalam dan pesisir tanpa terkecuali terumbu karang dan merusak lokasi pemijahan biota laut.

Meskipun Cantrang menghindari Terumbu Karang, tetapi kelompok-kelompok kecil karang hidup yang berada di dasar perairan akan ikut tersapu.

Keempat, sumber daya ikan di perairan laut Indonesia akan mengalami degradasi dikarenakan padatnya aktivitas penangkapan dari berbagai daerah termasuk dalam penggunaan alat tangkap cantrang.

Fishing ground (lokasi penangkapan) nelayan akan ikut berpindah dan menjauh, serta biaya operasional penangkapan semakin tinggi.

Dengan adanya larangan penggunaan cantrang dan beralih ke alat penangkap ikan lainnya dapat meningkatkan penghasilan para nelayan.

Meskipun jumlah tangkapan ikan memang menurun karena alat tangkap yang digunakan lebih selektif, namun nilai produksinya justru melonjak.

Ben Ibratama Tanur

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.