JAKARTA, kabarpolisi.com – Pengacara yang terkena operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Tarmizi, Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (21/08/2017) lalu, asal Surabaya.
Namanya Achmad Zaini SH,MH, yang belakangan ini mencalonkan diri sebagai Calon Bupati Bangkalan, dari Partai Hanura.
Zaini, yang kini ditahan KPK, tercatat sebagai pengurus DPD Ikadin (Ikatan Advokat Indonesia) cabang Jawa Timur, bukan Peradi (Persatuan Advokat Indonesia).
Zaini sebagai penasehat hukum PT Aquamarine Divindo Inspection (ADI), dimana sebagai tergugat melawan penggugat Eastern Jason Fabrication Service Pte Ltd, yang disidangkan di PN Jakarta Selatan.
Demikian keterangan yang dihimpun Surabaya Pagi dari Ketua Peradi Jatim, Poerwanto SH,MH, Ketua Ikadin Surabaya, Haryanto SH, MH, advokat Ikadin senior, Wiyono Soebagio SH, secara terpisah di Surabaya, Selasa kemarin (22/08/2017)
KPK, Selasa kemarin merilis nama dua pengacara / advokat yang di-OTT KPK di PN Jaksel. Dua advokat itu Akhmad Zaini, SH, MH dan Fajar Gora, SH. KPK menyebut, Akhmad Zaini dan Fajar Gora merupakan kuasa hukum dari pihak tergugat PT ADI.
Dari penelusuran Surabaya Pagi, Akhmad Zaini diketahui sebagai advokat dari Ikadin yang memiliki kantor hukum Akhamd Zaini & Partners di Jalan Tunjungan No. 74 Surabaya. Selain itu, Akhmad Zaini juga sebagai wakil ketua DPD Partai Hanura Jatim. Sedangkan, Fajar Gora, dari penelusuran di situs media sosial pekerja, Linkedin.com, aktif sebagai advokat di kantor hukum Juniver Girsang & Partners.
Akhmad Zaini sendiri, dari informasi yang didapat Surabaya Pagi di internal KPK, bahwa berangkat ke PN Jakarta Selatan hanya untuk menangani perkara PT ADI. “AKZ kuasa hukum PT ADI berangkat dari Surabaya menuju Jakarta, turun di Halim (bandara Halim Perdana Kusuma, red) pukul 08:00 WIB Senin itu. Langsung menemui TMZ panitera PN Jaksel. Kami memang sudah mengintai,” ucap sumber internal KPK kepada Surabaya Pagi, Selasa (22/8/2017) malam tadi.
Sementara, mengenai tertangkapnya advokat Akhmad Zaini, membuat kaget beberapa kolega di Surabaya. Terutama dari asosiasi advokat dan partai Hanura, tempat ia berpolitik.
Salah satunya, Purwanto, wakil Ketua DPC Peradi Surabaya, kepada Surabaya Pagi, kaget bila Akhmad Zaini di-OTT KPK. Menurutnya, Zaini merupakan orang yang baik dan aktif dengan kegiatan positif. “Trek rekornya bagus ya, dia juga sahabat saya, baik, santun. Kami juga tidak menyangka kalau kena (OTT KPK, red),” kata Purwanto, Selasa (22/8/2017) malam saat dikonfirmasi via ponselnya.
Selain itu, Purwanto juga mengatakan jika, Zaini merupakan anggota Ikadin dibawah naungan ketua Todung Mulya Lubis. “Ya kalau Peradi saya sangsi ya. Karena saya tau. Tapi kalau Ikadin setau saya Zaini ikut yang punya Todung Mulya Lubis. Dia juga Peradin,” tukasnya.
Kader Hanura Jatim
Selain itu, Zaini yang merupakan bakal calon bupati Bangkalan pada Pilbup 2018 mendatang, cukup kuat untuk menjadi pemimpin Bangkalan dari gerbong partai Hanura. Partai Hanura sendiri juga kaget dan membenarkan bahwa Zaini merupakan kader Partai Hanura.
Ketua DPD Hanura Jatim Kelana Aprilianto membenarkan bahwa ada Wakil Ketua di DPD Hanura yang bernama Zaini. Namun, Kelana tidak bisa memastikan apakah Zaini tersebut merupakan Akhmad Zaini yang turut menjadi tersangka pada OTT yang dilakukan KPK di PN Jaksel.
“Saya malah belum dengar Mas. Belum tahu saya,” kata Kelana, dihubungi melalui telepon.
Lebih lanjut, menurut Kelana, akan dilakukan penyelidikan internal lebih lanjut. Selain itu, pihaknya juga akan meminta arahan dari DPP. “Kita kedepankan praduga tak bersalah terlebih dahulu. Tetapi, apabila terbukti memang dia dan bersalah, maka akan langsung dipecat dari partai,” tegas Kelana.
Faktor Kultur ke-Indonesiaan
Sementara, dengan tertangkapnya oknum panitera dan pengacara, sangat disayangkan oleh pakar hukum senior di Surabaya. Advokat Hariyanto, SH., MH, Ketua Ikadin Jawa Timur menjelaskan, ini terjadi karena masih lemahnya para penegak hukum dalam memegang teguh komitmen profesinya. Sebab saat penegak hukum tersebut tidak memegang komitmennya, profesinya sangat mudah terjerumus dalam keburukan keluar dari etika profesinya. “Yang pertama itu, penegak hukum ini tidak pernah memegang komitmen profesinya, jika mereka menghargai profesinya tidak akan mau melakukan korupsi atau menerima suap karena advokat ini sebuah profesi yang sangat terhormat,” ungkap Haryanto, kepada Surabaya Pagi, Selasa kemarin.
Haryanto melanjutkan, selain itu, dalam bahaya laten korupsi ini terjadi karena disebabkan ada pendekatan kultur dalam penegakan hukum di Indonesia ini. Faktur kultur ini keluar dari hukum murni itu sendiri, dimana disana ada hubungan kedekatan diantara penegak hukum.
“Sekarang banyak yang keluar dari hukum murni, yang lebih mengutamakan hal-hal subjektivitas dari penegakan hukum sendiri, yang mana disana tidak hukum itu sendiri melainkan transaksional, emosi kedekatan sehingga menghilangkan hakikat hukum itu sendiri,” ungkap Haryanto.
Menurut Hariyanto, fenomena ini tidak hanya terjadi di ibu kota jakarta saja, di Jawa Timur khususnya Surabaya masih banyak praktik kotor yang dilakukan penegak hukum.
“Di sini, khususnya Surabaya, banyak praktik serupa mas. Jika mau, masih banyak markus berkeliaran. Karena Markus itu seperti hantu tidak terlihat tapi nyata adanya,” kata Haryanto.
Haryanto berharap, fenomena OTT ini bisa memberikan perubahan dalam penegakan hukum yang lebih baik, dan berharap penegak hukum bisa memegang teguh komitmen profesinya serta menghargai profesinya sendiri.
Bahaya Laten Korupsi
Sementara itu, menurut advokat senior Wiyono Soebagio, fenomena OTT ini merupakan sebuah mental bobrok yang sudah tertanam pajak pejabat dan penegak hukum berpuluh-puluh tahun yang saat ini masih dalam proses revolusi mental seperti yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo. “Laten Korupsi ini masalah mental, karena metal korup pada penegak hukum yang sudah tertanam puluhan tahun, sejak orde baru, ditambah masa kepemimpinan SBY dan sekarang masanya Jokowi ini tinggal sisa-sisa orang lama,” ungkap Wiyono Soebagio kepada Surabaya Pagi, semalam.
Soebagio menilai, revolusi mental pada periode kepemimpinan Jokowi ini, sama sekali belum bisa dirasakan ada perubahan yang signifikan terhadap mental-mental penegak hukum. “Saya nilai sama sekali belum ada revolusi mental seperti yang dikatakan Jokowi,” katanya. (Rizal)