JAKARTA, kabarpolisi.com – Saracen, grup sosial media yang menebar kebencian di dunia maya, dipersiapkan untuk menghadapi tahun politik 2019. Hal ini terungkap dari hasil penelusuran penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri terhadap percakapan anggota grup itu yang telah dimiliki penyidik.
“Kami memiliki transkrip percakapan grup itu. Dari rangkuman percakapan itu, mereka sudah bersiap untuk main di Pemilu 2019,” kata seorang penyidik yang seperti dikutip Media Indonesia, Jumat (15/9).
Penyidik itu mencontohkan perkataan Jasriadi, pemimpin saracen yang sudah ditangkap polisi. Dalam sebuah percakapan grup whatsup yang hanya diikuti sekitar 20 member yang diduga penggerak saracen, Jasriadi mengusulkan supaya mengerahkan seluruh akun palsu untuk menebar kebencian menjelang pemilu 2019.
“Pakai saja akun palsu seperti yang sudah dilakukan sebelum-sebelumnya. Kalau pakai akun asli bisa terjerat UU ITE,” kata Jasriadi dalam percakapan itu.
Jasriadi juga menyatakan telah mempersiapkan lebih dari 400 ribu akun untuk mendukung aksi tersebut. Dalam membuat ratusan akun palsu itu, penyidik menemukan fakta bahwa Jasriadi membuat KTP, paspor, NPWP, dan SIM palsu.
“KTP palsu yang kami temukan saja ada 30 buah,” katanya.
Selain grup admin saracen, penyidik juga memiliki transkrip perbicaraan Jasriadi di dalam grup whatsup GMMPS (Gerakan Merah Putih Prabowo Subianto). Dalam grup itu, ada permintaan dari anggota grup itu supaya Jasriadi memberikan pelatihan IT terhadap pasukan siber yang telah dibentuk.
“Grup GMMPS itu kami duga merupakan ajang komunikasi antara kelompok-kelompok mirip saracen. Dan kami ketahui pula Jasriadi pernah memberikan pelatihan di Hambalang,” lanjutnya.
Bahkan sebagai uji coba menghadapi Pemilu 2019, saracen mulai menggarap pilkada 2018. Dalam aksi ini, Jasriadi menggunakan akun palsu dengan nama Aurota Rizky dan Noorman Isman di Facebook untuk menghitung elektabilitas para calon kandidat.
“Mereka mulai menilai seluruh kandidat pilkada Jabar, Jateng, dan Jatim,” katanya.
Dalam percakapan dalam grup whatsup itu juga Jastriadi pernah mengklaim membajak admin grup Facebook Jokowi Presidenku.
Direktur Reserse Tindak Pidana Siber Polri Brigjen Fadil Imran menyatakan masih menelusuri motif politik di balik saracen.
“Tapi fokus kami tetap d tindak pidananya,” katanya.
Ia mengatakan tersangka Asma Dewi, yang diduga menjadi pengguna jasa Saracen untuk menebar kebencian terhadap kelompok tertentu, merupakan simpatisan sebuah partai politik.
“Dia dijanjikan jadi caleg di daerah pemilihan Gorontalo,” kata dia.
Fadil juga mengungkapkan, pihaknya masih menelusuri aliran dana Rp75 juta dari Asma Dewi.
“Uangnya langsung ditransfer lagi ke beberapa rekening anggota Saracen. Kami masih menelusuri kepentingan politik apa di balik aliran dana itu,” katanya.
Dalam dunia maya, beredar pula Asma Dewi berfoto bareng dengan pimpinan parpol di Indonesia.
Djuju Purwanto, pengacara, Asma Dewi, menampik kliennya adalah salah satu kader dari partai politik.
“Bukan anggota partai. Beliau ibu rumah tangga biasa yang aktif kegiatan pengajian dan sosial keagamaan,” ujar Djuju ketika ditemui di studio Metro TV, Kedoya, Jakarta.
Meski mengaku bukan bagian dari satu partai politik, Djuju menyatakan kliennya sempat menjadi salah satu simpatisan dari salah satu pasangan saat pemilihan gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dan Sandiago Uno.
“Bahwa kalau ada saat dimana pada waktu pemilihan kepala daerah mendukung salah satu calon gubernur, siapapun bisa melakukan itu dan sah-sah saja,” imbuh dia.
Saat ditanya isu mengenai kliennya akan maju sebagai calon legislatif dari Gorontalo, Djuju mengaku tidak pernah mendengar hal itu.
“Belum pernah dengar dan tidak pernah mendapatkan informasi itu. Tidak pernah bicara soal parpol,” pungkasnya. (Nafi)