Fidelis Ari mengusap air matanya sesaat sebelum hakim membacakan vonis di PN Sanggau, Rabu (2/8). (Kiram Akbar/Rakyat Kalbar/JawaPos.com)
JAKARTA, kabarpolisi.com – Upaya menyelamatkan nyawa sang istri berakhir bui. Inilah yang tengah dialami Fidelis Ari. Pengadilan Negeri (PN) Sanggau telah memvonisnya selama delapan bulan penjara subsider sebulan dan denda Rp 1 milyar, kemarin (2/8).
Sidang di PN Sanggau itu dimulai sekitar pukul 10.30. Dipimpin Hakim Ketua A. Irfir Rochman dan dua Hakim Anggota, John Malvino Seda Noa Wea, serta Maulana Abdillah. Keputusan hakim untuk memenjarakan Fidelis tidak bulat.
“Terdapat perbedaan, sehingga diambil suara terbanyak, sehingga itulah yang bisa kami simpulkan,” tutur hakim Rochman, membacakan putusan, sebagaimana dikutip dari Rakyat Kalbar (Jawa Pos Group).
Meski kecewa, Fidelis dan pengacaranya belum memastikan akan mengajukan banding. Ia tak banyak bicara ketika awak media berusaha mewawancarainya usai sidang.
“Yang jelas saya kecewa. Karena toh nyawanya (sang istri) tak bisa diselamatkan,” ujarnya singkat dengan tatapan mata berkaca-kaca.
Vonis yang dijatuhkan majelis hakim lebih tinggi dari tuntutan jaksa yang menuntut Fidelis dengan hukuman lima bulan penjara, denda Rp800 juta, subsider satu bulan kurungan. Penasehat hukum Fidelis, Marcelina Lin, menilai vonis yang dijatuhkan cukup tinggi. Namun ia belum memastikan apakah akan mengajukan banding atau tidak, menyerahkan sepenuhnya pada Fidelis.
“Apakah keberatan atau tidak, silakan dipikirkan terlebih dahulu, dan juga kita sampaikan kalau banding itu adalah haknya dia (Fidelis), kita tidak mempengaruhi itu,” tuturnya.
Marcelina juga kecewa vonis tersebut. Tadinya ia berharap kliennya akan bebas murni. Karena dari fakta-fakta persidangan, Fidelis tak terlibat peredaran narkoba.
Tiga dakwaan dituduhkan kepada Fidelis, kata Marcelina, yakni Pasal 113 ayat 2 soal ekspor-impor narkoba, yang dipastikannya tidak terbukti. Kemudian Pasal 111 ayat 2, yaitu menanam, memelihara dan seterusnya serta memberikan kepada orang lain yang termaktub dalam Pasal 116 ayat 1.
“Pasal ini kan biasanya digunakan para penegak hukum untuk pengedar, majelis hakim sendiri dalam pertimbangannya tidak mampu membuktikan Fidelis ini mengedarkan,” paparnya.
Sementara Jaksa Penuntut Umum (JPU) Erhan Lidiansyah pun belum memastikan upaya hukum selanjutnya. Pihaknya memilih memuji independensi majelis hakim ketika memutuskan perkara ini.
“Kita sudah dengarkan perbedaan pendapat, terkait sikap kita, nanti akan konsultasikan kepada pimpinan, karena perkara ini kan perkara nasional, jadi harus koordinasi ke atas,” jelas Sang Jaksa.
Peradilan terhadap Fidelis ini memang memantik reaksi publik nasional. Anggota DPR, Erma Suryani Ranik, hadir dalam sidang tersebut. Ia sengaja datang karena menilai kasus ini cukup menikam rasa keadilan.
“Fidelis ini mengobati istrinya dengan tanaman yang belum diperbolehkan di Indonesia, seperti ganja. Saya mengikuti dengan cermat vonis yang dibacakan hakim,” tuturnya.
“Hakim, kita tahu, ada perbedaan pendapat yang tajam, antara yang menginginkan meletakkan rasa keadilan sebagai hal yang utama, dengan yang ingin meletakkan kepastian hukum. Tadi dengan jelas majelis menyebut dua hakim berpendapat bahwa keadilan itu harus diletakkan di atas,” imbuh Erma.
Ia mengatakan, dalam Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika disebutkan dalam pertimbangannya bahwa keadilan menjadi utama. Dalam sidang itu, satu dari tiga hakim meminta agar unsur kepastian hukum itu yang diutamakan.
Lanjut Erma, tanpa bermaksud mencampuri putusan majelis hakim, ia menyatakan kekecewaannya terhadap vonis tersebut.
“Fidelis ini tidak layak sama sekali dijadikan terdakwa, tidak layak! Karena dia melakukannya dalam keadaan terpaksa, dia melakukannya karena ingin menyelamatkan nyawa isterinya, pilihannya ada dua: melanggar hukum atau menyelamatkan nyawa, dia pilih menyelamatkan nyawa,” paparnya. (Fadhil)