Ciptakan Aman dan Damai, Sespimti Polri Gelar “Community Policing”


JAKARTA, kabarpolisi.com
– Sekolah Staf dan Pimpinan Tingkat Tinggi (Sespimti) Polri Angkatan 26 melaksanakan Diskusi Panel (Studi Kasus) di Jakarta pada Jumat (9/6). Diskusi tersebut bertema Pelibatan Unsur-Unsur Masyarakat dalam Upaya Deradikalisasi dan Gerakan Antimakar Guna Membangun Indonesia yang Aman dan Damai.

Sejumlah tokoh dihadirkan dalam diskusi dengan objek bahasan menarik tersebut. Pemerhati Terorisme Asia Tenggara Sidney Jones, H. Muharam Marzuki, Phd dari Kantor Kementerian Agama RI dan DR. Marsudi Syuhud, MM dari PBNU Pusat memberikan pandangan yang faktual dalam mengisi agenda kegiatan Sespimti tersebut.

Memberdayakan potensi masyarakat

Dikutip dari Infonawacita.com, Kepala Sespim Polri Irjen Pol. Drs. Wahyu Indra Pramugari, SH, MH mengawali discuss dental sambutannya. Ia mengapresiasi kegiatan diskusi ini dan substansi tema yang diharapkan adalah adanya konsep community policing. Konsep tersebut terkait bagaimana memberdayakan potensi-potensi masyarakat dalam menyelenggarakan program deradikalisasi dan gerakan antimakar.

Kemudian Muharam Marzuki menyampaikan bagaimana peranan Kementrian Agama dalam melakukan gerakan deradikalisasi. Ia menyebutkan antara lain melakukan pengawasan dan kontrol terhadap kurikulum pendidikan dan pembinaan terhadap ormas-ormas keagamaan.

“Hasil penelitian puslitbang kehidupan keagamaan bahwa gerakan radikalisme tumbuh dari berbagai unsur masyarakat yang beragama begitu fanatik terhadap paham keagamaannya yang dianggap paling benar. Dan ternyata ada penyimpangan. Penyimpangan terjadi pada saat interaksi dalam kehidupan mereka terhadap simbol-simbol negara,” begitu penjelasan Muharam.

Sedangkan Marsudi Syuhud mengatakan walaupun perangkat kementrian agama sudah melakukan kontrol dan pengawasan mulai dari tingkat TK, SD, sampai Perguruan Tinggi, tetapi paham radikalisme masih saja ada.

“Oleh karena itu, hal penting yang harus diselesaikan oleh para ulama dan tokoh-tokoh agama untuk bangsa Indonesia adalah tentang pemahaman muslim dan kafir,” ujar Marsudi.

BACA JUGA  Kuasa Hukum Korban Minta Pelaku Kekerasan Seksual di Pondok Pesantren Magelang Dijadikan Tersangka

Pancasila sesuai dengan nilai-nilai Islam

Selanjutnya Marsudi juga menjelaskan, negara demokrasi yang kita anut adalah negara demokrasi Pancasila, rakyat harus paham sejarah berdirinya republik ini. Agar jangan sampai pendatang baru yang tidak paham cara mendirikan republik ini, ingin mengganti, mengubah negara demokrasi Pancasila.

“Masyarakat harus memahami bagaimana demokrasi Pancasila dalam pandangan agama Islam. Apakah Pancasila sesuai dengan nilai-nilai agama Islam? Jawabnya adalah ya. Meskipun Indonesia bukan negara Islam (dawlah Islamiyyah ), akan tetapi sah menurut pandangan Islam,” tegas Marsudi Syuhud.

Demikian pula Pancasila sebagai dasar negara. Walaupun bukan merupakan syariat atau agama, namun ia tetap tidak bertentangan bahkan selaras dengan Islam.

“Jangan sampai negara Indonesia ini dirobohkan oleh umat Islam sendiri karena tidak memahami agama Islam dengan baik. Padahal pendiri dari demokrasi Pancasila ini adalah para umat islam terdahulu,” kembali Marsudi menegaskan.

Ancaman terorisme semakin besar

Diskusi Sespimti Polri tersebut semakin menarik dengan paparan dari Sidney Jones. Ia yang memiliki pengalaman sebagai pemerhati terorisme memberikan gambaran data faktual situasi paham radikal saat ini. Bahwa ancaman yang Indonesia hadapi dari terorisme lebih besar dari sepuluh tahun lalu. Hal ini dipengaruhi dengan adanya ISIS. Kemudian adanya isu sulitnya masuk Suriah maka ada seruan untuk berjihad di negara yang lebih dekat yaitu Filipina.

“Oleh karena itu program deradikalisasi harus didasarkan atas data kongkret, dan harus dimengerti proses radikalisasinya. Kalau tidak mengerti proses radikalisasi, program deradikalisasi kemungkinan besar tidak efektif,” ujar peneliti yang juga Direktur the Institute for Policy Analysis of Conflict.

Di akbar discuss panel tersebut disimpulkan bahwa pelaksanaan deradikalisasi yang efektif harus dilaksanakan secara sinergis antarkomponen terkait. hal itu sangat penting dilakukan guna mencegah dan menanggulangi berkembangnya paham radikalisme di Indonesia. (rizal)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.