Kapolri Berharap UU Terorisme Segera Direvisi

JAKARTA, kabarpolisi.com – semakin maraknya aksi teror bom saat ini membuat Kepala Kepolisian Republik Imdonesia, Jenderal Pol Tito Karnavian angkat bicara terkait harapannya agar Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme segera direvisi agar menguatkan pencegahan aksi teror dan memungkinkan tindakan hukum terhadap berbagai perilaku yang mengarah kepada aksi teror.

Tito mengunkapkan harapannya itu saat berada di Rumah Sakit Polri Said Sukanto, Jakarta Timur, Jumat malam lalu.

“Dalam UU ini, kami menghendaki masalah pencegahan harus terakomodir supaya ada kegiatan yang betul-betul sistematis dan komprehensif untuk mencegah,” ujar Tito.

Tito juga berpendapat, selain payung hukum yang berfungsi sebagai pencegahan, penerapan program rehabilitasi juga perlu diatur untuk pihak-pihak yang sudah terjangkit pemikiran radikal.

“Ketiga, kami menghendaki kriminalisasi sejumlah perbuatan awal terorisme,” ujar Kapolri.

Perbuatan awal ini diantaranya sejumlah pelatihan militer yang kerap diadakan kelompok teroris sebelum melancarkan teror.

Ia mengatakan selama ini Polri tidak bisa menangkap orang-orang yang ikut serta dalam pelatihan itu sebelum mereka terbukti melakukan aksi teror.

“Kalau mereka menggunakan senjata kayu, airsoftgun, kami tidak bisa tangkap mereka. Mereka naik ke gunung, latihan kamping, padahal sebetulnya niat kegiatan kamping itu bagian dari menuju operasi serangan teror. Nah harusnya itu bisa dikriminalisasi atau ditindak. Banyak hal yang harus dikriminalisasi sebelum peristiwa teror terjadi,” kata Tito.

Selain itu, orang yang terindikasi masuk jaringan teroris seharusnya bisa ditindak.

“Contoh lainnya, setelah memetakan organisasi teroris, siapa pun yang masuk organisasi itu sepanjang bisa dibuktikan kalau dia masuk organisasi itu, dia bisa dipidana. Itu otomatis kami powerful menangani kasus terorisme,” katanya.

Tito mengharapkan RUU Terorisme bisa segera diselesaikan dan diundangkan agar dapat menjadi payung hukum bagi Polri dalam menjaga kondisi keamanan negara.

BACA JUGA  Kuasa Hukum Korban Minta Pelaku Kekerasan Seksual di Pondok Pesantren Magelang Dijadikan Tersangka

“Kemudian cepat diundangkan agar keamanan nasional terjamin,” tutup Tito.

Berikut merupakan kutipan UU No 15/2003 yang berkaitan dengan penyidikan:

BAB V
PENYIDIKAN, PENUNTUTAN, DAN PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN

Pasal 25
(1) Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana terorisme, dilakukan berdasarkan hukum acara yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini.
(2) Untuk kepentingan penyidikan dan penuntutan, penyidik diberi wewenang untuk melakukan penahanan terhadap tersangka paling lama 6 (enam) bulan.

Pasal 26
(1) Untuk memperoleh bukti permulaan yang cukup, penyidik dapat menggunakan setiap laporan intelijen.
(2) Penetapan bahwa sudah dapat atau diperoleh bukti permulaan yang cukup sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilakukan proses pemeriksaan oleh Ketua atau Wakil Ketua Pengadilan Negeri.
(3) Proses pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan secara tertutup dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari.
(4) Jika dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan adanya bukti permulaan yang cukup, maka Ketua Pengadilan Negeri segera memerintahkan dilaksanakan penyidikan.

Pasal 27
Alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputi:
a. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana;
b. alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; dan
c. data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, atau yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada:
1) tulisan, suara, atau gambar;
2) peta, rancangan, foto, atau sejenisnya;
3) huruf, tanda, angka, simbol, atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya.

Pasal 28
Penyidik dapat melakukan penangkapan terhadap setiap orang yang diduga keras melakukan tindak pidana terorisme berdasarkan bukti permulaan yang cukup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) untuk paling lama 7 x 24 (tujuh kali dua puluh empat) jam
(ceko)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.