Oleh: Irjen Pol (Purn) Fakhrizal (*
Siapa sebenarnya pemilik tanah di 4 Kelurahan KecamatanKoto Tangah? Karena selama ini menjadi pertanyaan masyarakat Sumbar.
Polemik soal tanah tersebut sudah bergulir sekian lama, tanpa ada penyelesaian. Apakah itu tanah Negara atau tanah kaum adat? Sebab selama ini masing-masing pihak saling mengklaim terkait kepemilikan tanah tersebut.
Seandainya tanah 765 hektar di 4 Kelurahan Kecamatan Koto Tangah dibilang tanah Negara atau milik pemerintah daerah, tentu harus terdaftar sebagai aset Negara atau aset pemerintah daerah. Sementara faktanya tanah ini tidak ada terdaftar di aset Negara ,maupun aset Pemerintah Daerah.
Fakta lainya tanah ini justru sudah banyak atas nama pribadi pribadi. Ada atas nama mantan mantan pejabat, pengusaha, yayasan, yang sebelumnya ada proses alas hak sebagai tanah negara. Dan diatas tanah ini juga sudah banyak dibangun perkantoran.
Untuk kantor kantor pemerintah ini tentu dibeli pakai uang Negara. Pertanyaannya, kepada siapa dibeli? Bagaimana proses jual belinya? Dan dari mana alas haknya? Kemudian ada juga tanah tanah yang diperjualbelikan kepada pengusaha pengusaha. Siapa yang menjual, kemudian uangnya masuk atau tidak ke kas negara? Kalau seandainya uang tersebut tidak masuk ke kas Negar, berarti disini ada dugaan tindak pidana Korupsinya.
Saat ini tanah tersebut dalam keadaan diblokir oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Kalau tanah negara kenapa diblokir? Kemudian jika dikatakan ini tanah Negara, maka tentunya ribuan masyarakat menjadi korban, tidak bisa punya sertifikat dengan memakai alas hak tanah ulayat. Ini yang terjadi.
Kalau bukan tidak tanah negara, berarti tanah kaum adat. Selama ini yang berperkara soal tanah 765 hektar tersebut hanya Kaum Maboet. Tidak ada kaum lain yang memperkarakan. Kemudian kalau dibilang tanah Kaum Maboet, kenapa sudah banyak sertfikat yang diterbitkan oleh BPN? Dari mana alas haknya dan juga diperjualbelikan pada saat tanah tersebut dalam proses sita tahan pengadilan. Ini jelas ada unsur pidananya.
Informasinya, sertifikat-sertifikat yang diterbitkan tersebut, sebagian ada yang dijadikan agunan/jaminan untuk meminjam uang ke bank, bahkan informasinya sekarang banyak yang macet. Karena sertifikatnya diblokir, ini juga ada unsur dugaan korupsinya.
Kemudian masyarakat yang ada di atas tanah ini juga diminta untuk membayar pada saat mengurus Izin Mendirikan Bangunan (IMB), padahal tanah ini ada juga yang tidak besertifikat, ini jelas pungutan liar (pungli), berarti juga ada dugaan korupsinya.
Jika dilihat dari fakta fakta dokumen yang ada, jelas menguatkan bahwa tanah ini adalah milik kaum adat Maboet. Karena dokumen-dokumen ini dikeluarkan oleh instansi pemerintah yang berwenang. Tidak mungkin mereka berani mengeluarkan dokumen dokumen ini sembarangan, karena ada pertanggung jawaban hukumnya.
Bukti-bukti tersebut, seperti, pertama, Putusan Landrat No.90/31. Kedua, pernyataan kesepakatan persetujuan penggarap penggarap pada tanggal 5 Maret tahun 1982 yang ditandatangani oleh 20 orang dari berbagai suku di atas tanah 4 kelurahan Kecamatan Koto Tangah ,di objek putusan landrat no. 90/1931, mewakilkan kepada alm.Mkw(Mamak kepala waris) Jinun ahli waris Maboet pada saat itu, yang diketahui dan ditandatangani oleh penghulu-penghulu dan Kerapatan Adat Nagari Koto Tangah saat itu bapak Umar Dt Batuah, kemudian Mkw Jinun digantikan oleh Mkw Lehar, karena Mkw Jinun meninggal dunia dan sekarang ,digantikan lagi oleh Mkw Yusuf ,karena Mkw Lehar meninggal dunia dalam masa penahanan Polda Sumbar .
Selanjutnya, ketiga, surat ketua Pengadilan Negeri Padang ,tanggal 28 maret 2016 perihal tembusan berita acara tunjuk batas objek perkara no.90/31 yang telah dilakukan eksekusi tahun 1982 yang meminta tunjuk batas adalah : Pemda , Kejaksaan Tinggi dan BPN Kota Padang dalam putusan rapat pada tahun 2013. Di sinilah ditentukan Batas Objek Tanah Adat dan Letak tanah Negara 1794 ,kemudian terlaksanalah Tunjuk Batas Ulang atas permohonan Mkw Lehar di Pengadilan Negeri Padang pada tanggal 17 maret 2016 oleh Juru sita Pengadilan Negeri Padang .
Keempat, surat Kakan BPN kota padang yg ditandatangani oleh Syafri.SH tanggal 1 Agustus 2016 yg isinya: Memerintahkan BPN kota Padang untuk melakukan pemblokiran dan tidak memproses penerbitan Sertifikat untuk sementara waktu . Kelima, keluarnya Surat Kakan BPN kota padang oleh, Ir. Z.Zairullah tanggal 27 November 2017 perihal tercatat dan terdaftarnya Putusan Landrat no 90/31,surat ukur no 30/1917 dan gambar Eksekusi no 35/1982 dan berita acara sita tahan dari 1982 sampai dengan 2010 oleh Pengadilan Negeri Padang di Kantor pertanahan kota Padang.
Kemudian yang keenam, surat Kakan BPN kota Padang Elfidian Iskarizal ST,MH tanggal 19 April 2019 perihal usulan pembatalan sertifikat kepada Kanwil BPN Prov Sumbar. Ketujuh, surat Kakan BPN kota Padang Elfidian Iskarizal ST MH tanggal 24 Juli 2019 perihal penetapan status tanah adat Nagari Kan Koto Tangah Kec. Koto Tangah kota Padang yg menetapkan bahwa tanah seluas 765 Ha di empat kelurahan adalah tanah Kaum Adat Maboet dan surat ini ditujukan diantaranya kepada : Menteri ATR /Kepala BPN ,Gubernur Sumbar,Kapolda Sumbar, Kajati Sumbar ,Kakan wil BPN Sumbar, Walikota Padang, Camat Koto Tangah,Para Lurah di 4 Kecamatan dan Mkw Lehar sendiri juga ditembusi ini berarti diakui bahwa Mkw Lehar pemilik tanah ini.
Seterusnya, juga ada surat Kakan BPN kota Padang tanggal 7 November 2019 perihal panggilan agenda pembahasan penyelesaian pembatalan Sertifikat. Dan surat permohonan syarat penerbitan sertifikat atas nama Mkw Lehar di BPN kota padang dan terbitlah 2 peta bidang berdasarkan SPS (syarat penerbitan sertifikat ) atas nama Mkw Lehar di BPN kota Padang,berarti kepemilikan Mkw Lehar di akui oleh BPN atas tanah ini kalau tidak tentu tidak akan bisa keluar SPS ini.
Kalau tanah ini milik Kaum Maboet, kenapa Mamak Kepala Waris (MKW) Lehar Cs ditangkap dan dikatakan Mafia tanah? Dan Pengadilan dikatakan ‘Error Objek’. Inilah yang perlu kita dalami, ada apa?
Sebetulnya kronologis permasalahan di atas tanah 765 hektar ini sudah terang benderang dan tidak sulit untuk menyelesaikanya, asalkan semua pihak jujur dan mempunyai niat baik,mempunyai hati nurani. Dan sesuai dengan fakta dan dokumen yang ada tersebut , serta tidak ada kepentingan kepentingan. Karena pejabat di BPN yang menangani tanah ini masih ada. Seperti Musriadi sejak Kepala BPN Kota Padang kemudian menjadi Kanwil BPN Provinsi Sumbar dan sekarang menjadi salah satu Direktur di BPN Pusat.
Kemudian R.B.Agus Widjayanto, pernah menjabat Kanwil BPN Sumbar dan sekarang menjadi Dirjen Sengketa Kementerian ATR /BPN, begitu juga Saiful, Kanwil BPN Sumbar, pernah juga menjadi staf di BPN Sumbar dan tentu sangat paham tentang permasalahan tanah ini.
Tapi kalau tidak ada niat menyelesaikannya ,tidak akan pernah selesai permasalahan ini.
Waktu saya menjadi Kapolda Sumbar dulu, sudah mencarikan solusi terbaik yang tidak merugikan semua pihak. Dimana pihak kaum Maboet tidak mengganggu bangunan masyarakat yag ada diatas tanah kaumnya dan akan membantu alas hak untuk pengurusan yang belum bersertifikat. Kaum Maboet hanya meminta tanah yang masih kosong untuk kaumnya dan tidak mempermasalahkan bangunan bangunan pemeritah,kampus kampus,yayasan yang ada diatas tanah ini.
Tetapi ironisnya, setelah saya pindah solusi yang saya carikan itu dimentahkan, justru ceritanya dibalik. Dimana tidak bebrapa lama setelah saya pindah MKW Lehar ditangkap Polda Sumbar. Dengan ditangkapnya Lehar Cs, itu tidak akan menyelesaikan masalah. Karena mereka tidak bersalah. Jika mereka disangkakan terkait pemalsuan, apa yang dipalsukannya? Semestinya pihak-pihak berwenang menyelesaikan masalah tanpa masalah, itu yang benar.
Sebagai mantan Kapolda Sumbar yang juga warga Sumbar, saya berharap supaya kasus ini diproses dengan benar hingga tuntas. Baik oleh Mabes Polri ,Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dan siapapun yang bersalah supaya ditindak sesuai prosedur hukum, baik tindak pidana umum, maupun dugaan tindak pidana korupsinya.
Disisi lain, almarhum Mkw Lehar pada tanggal 28 November tahun 2015 sudah mengeluarkan pernyataan untuk membantu ribuan masyarakat korban dari mafia tanah yang belum memiliki sertifikat diatas tanah 765 hektar ini .
Dengan tidak adanya penyelesaian polemik tersebut, bisa saja adanya kecurigaan dari kaumnya atau dari masyarakat adanya konspirasi mufakat jahat untuk menghilangkan hak hak kaum adat Maboet. Dengan penahanan Mkw Lehar Cs sampai meninggal dalam masa penahanan Polda Sumbar dan bisa saja adanya asumsi bahwa Lehar sengaja dibuat meninggal karena ditahan pada usia saat itu 84 tahun dan pada saat Covid sedang tinggi tingginya di Sumbar, padahal sebelumnya sudah meminta permohonan penangguhan penahanan.
Kemudian bisa juga orang beranggapan untuk menutupi dugaan korupsi yang terjadi selama ini ,karena kasus yang dituduhkan kepada Mkw Lehar Cs yaitu penipuan dan pemalsuan sampai sekarang sudah kurang lebih 2 tahun tidak bisa disidangkan karena tidak cukup bukti .
*) Penulis mantan Kapolda Sumbar