Survei : Rakyat Indonesia Pilih Pancasila daripada Khilafah

JAKARTA kabarpolisi.com – Sebuah survei dilakukan oleh Saiful Mujani Research and Consulting terhadap 1.350 responden
menunjukkan bahwa mayoritas warga Indonesia lebih memilih Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar negara dibandingkan khilafah.

Latar belakang dilakukannya survei terkait dengan ancaman terorisme oleh ISIS dalam beberapa tahun terakhir. Konflik dengan simpatisan ISIS di wilayah selatan Filipina sepekan terakhir juga diduga mempengaruhi hasil survei.

Selain itu, terdapat juga ormas yang dibubarkan pemerintah RI karena dinilai bertentangan dengan konstitusi, seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), yang menjadi perhatian dalam survei.

Saiful Mujani mengatakan, survei dilakukan dengan cara wawancara tatap muka yang dilakukan pada 14-20 Mei 2017. Wawancara terhadap 1.350 responden itu dikatakannya memiliki quality control sebesar 20% dari total sampel. Adapun margin of error rata-rata survei kurang lebih 2,7% pada tingkat kepercayaan 95%.

Hasil survei

Menurut Saiful, berdasarkan survei, sebanyak 79,3% responden lebih memilih NKRI yang bersandar kepada Pancasila dan UUD 1945. Sementara sebanyak 9,2% responden menginginkan dasar negara diganti dengan negara Islam atau khilafah.

“Bisa diartikan juga, hampir satu dari 10 orang Indonesia secara eksplisit menginginkan NKRI diganti menjadi khilafah,” katanya ketika memberikan pernyataan pers, Minggu 4 Juni 2017 sore.

Pertanyaan tentang pilihan dasar negara itu merupakan salah satu ukuran yang diambil dalam survei. Ada 9 pengukuran dalam survei yang disajikan sebanyak 69 halaman itu. Pengukuran itu salah terdiri dari sikap tentang NKRI, awareness terhadap ISIS dan HTI, nasionalisme dan patriotisme, kondisi umum negara, dukungan atau penolakan terhadap demokrasi, pilihan terhadap partai politik, mobilisasi opini oleh tokoh agama, dan demografi.

Secara garis besar, Saiful menjelaskan, diambil kesimpulan dari survei bahwa hampir semua warga menolak cita-cita ISIS, khilafah, untuk menggantikan NKRI yang bersandar pada Pancasila dan UUD 1945. Hampir semua bahkan dikatakannya tidak menoleransi ISIS dan setuju bila organisasi tersebut dilarang.

BACA JUGA  Prestasi Dirtipiter Jendral Nunung, Ungkapkan Kasus Pertamax Ilegal Terbesar Di 4 SPBU

“Rasa nasionalisme merupakan faktor paling penting yang memunculkan sentimen negatif warga pada ISIS. Bukan sentimen terhadap demokrasi maupun kondisi sosial-ekonomi, politik, hukum dan keamanan,” katanya.

Selain itu, ujar Saiful, sikap positif/negatif terhadap pemimpin keagamaan tertentu cenderung berkorelasi kepada dukungan terhadap ISIS.

HTI belum terlalu dikenal

Saiful menambahkan, di dalam negeri yang memiliki cita-cita serupa dengan ISIS, yakni mendirikan khilafah, adalah HTI. Akan tetapi, berbeda dengan ISIS, HTI dikatakannya kurang dikenal di tingkat massa nasional.

Hal itu berdasarkan survei yang dilakukan Saiful, yakni sebanyak 28,2% responden yang mengetahui HTI. Sementara responden yamg mengetahui ISIS persentasenya sampai 66,4%.

“Namun sama seperti sikap terhadap ISIS, hampir semua responden menolak HTI dan mendukung opini bagi pelarangan HTI di tanah air,” katanya.

Menanggapi penelitian Saiful Mujani, Sosiolog Universitas Indonesia Tamrin Amal Tamagola mengatakan, hasil penelitiannya tergolong menyejukkan bagi pemerintah dan masyarakat. Pasalnya, secara garis besar survei itu menunjukkan adanya penolakan dari responden terhadap ISIS.

Akan tetapi, hal tersebut katanya rentan melengahkan kewaspadaan terhadap ancaman terorisme. “Pada saat ini kewaspadaan diperlukan. Kalau kewaspadaan menurun, saya kira ancaman menjadi sangat serius,” katanya. (rizal)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.