OPINI  

Menunggu Terbuka Kotak Pandora

Oleh : Djadjat Sudradjat

Ia masih dalam proses, tetapi pasti perlawanan akan datang dari berbagai penjuru supaya kotak penuh rahasia itu tetap tertutup.

Itulah yang terjadi dalam kasus megaskandal KTP elektronik yang amat durjana, amat biadab.

Tentu pula amat melukai hati kita semua yang memang sudah terluka berkali-kali karena rupa-rupa korupsi.

Predikat apa yang paling pantas disematkan kepada mereka yang menggarong uang negara sebesar Rp2,55 triliun selain durjana dan superloba? Jika total anggaran pembuatan KTP elektronik sebesar Rp5,9 triliun, artinya 49% mereka rampok.

Inilah bandit anggaran negara yang tidak pernah jera.

Tanda-tanda agar ‘kotak pandora’ tak terbuka pun mulai terasa. Pencabutan berita acara pemeriksaan yang dilakukan mantan anggota Komisi II DPR, Miryam Haryani, tercium aroma agar megaskandal KTP elektronik tak melebar, tak membesar.

Menurut penyidik KPK No­vel Baswedan, dalam sidang kasus dugaan korupsi KTP elektronik­ dengan terdakwa Irman dan Sugiharto, dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Miryam, mengaku mendapat tekanan dari sejumlah anggota Komisi III DPR.

Mereka antara lain Bambang Soesatyo, Aziz Syamsuddin, Desmon J Mahesa, Masinton Pasaribu, dan Syarifudin Sudding.

Dalam sidang di Pengadil­an Tipikor di Jakarta, (30/3) itu memang mengonfrontasi Miryam dengan para penyi­dik KPK Novel Baswedan, Irwan Santoso, dan Ambarita Damanik.

Miryam tetap mencabut keterangan pada BAP. Padahal, ketiga penyidik KPK menegaskan tak ada menakut-nakuti saat pemeriksaan di KPK.

Miryam tetap bersikukuh mencabut BAP karena ketika diperiksa penyidik KPK ia dalam keadaan tertekan.

Sementara itu, ketiga penyidik KPK juga tak goyah dengan fakta yang ada sebab ada rekaman yang bisa dilihat. Video tersebut menggambarkan suasana yang cair di antara penyidik Irwan dan Miryam.
Gerak tubuh Miryam terlihat antusias menyambut setiap pertanyaan yang dilontarkan. Bahkan Miryam terdengar tertawa sambil bercerita masalah uang yang beredar di lingkungan komi­sinya.

Lima anggota DPR yang disebut Novel juga membantah. “Kita apresiasi kinerja KPK dalam mengusut kasus KTP-E. Ketika saya beri statement tersebut, masak saya dianggap menekan yang bersangkutan?” ujar Syarifuddin Sudding yang juga Sekjen Partai Hanura.

“Sejak awal saya justru mendorong saksi untuk membantu KPK untuk mengungkap fakta,” kata Bambang Soesatyo.

Sebelumnya Ketua DPR Setya Novanto, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey, Gubernur Jawa Tengah Gandjar Pranowo, juga membantah terlibat kasus jahat itu.

Gandjar bahkan mengungkapkan, ketika masih dalam pembahasan di DPR, dalam sebuah pertemuan di Bali, Setya Novanto meminta Gandjar tak galak dalam pembahasan anggaran proyek.

Para pejabat publik yang terhormat, silakan saling ung­kap dan saling bantah. Silakan.

Toh, dalam banyak kasus korupsi, yang kemudian menjadi terpidana, semula juga amat bergairah membantah. Pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong yang juga telah menjadi tersangka, pasti juga akan membantah. Silakan. Di tangan hakimlah bukti-bukti material akan menjadi penentu mereka benar atau cemar.

Namun, pastilah publik berharap, Andi bisa mempercepat ‘kotak pandora’ itu terbuka dan kita akan melihat jelas siapa para durjana. Karena itu, bisa jadi nasib Andi dalam bahaya.

Sebab, bagi para bandit anggaran, ia punya potensi mengungkap banyak hal yang masih tersembunyi. Kita berharap KPK dan Mahkamah Tipikor tak goyah dengan tekanan dan intimidasi apa pun.

Kini kita tengah menghadapi kesenjangan ekonomi yang amat lebar antara yang kaya dan miskin; dan salah satu penyebabnya ialah korupsi yang merajalela.

Penulis Anggota Dewan Redaksi Media Group

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.