Hoegeng Imam Santoso
JAKARTA – Jenderal Polisi (Purn) Hoegeng Iman Santoso lebih senang menyingkat namanya menjadi satu kata Hoegeng. Nama itu selalu tercantum dalam name tag Kapolri periode 1968-1971 ini.
Soal nama, ada kisah menarik ketika Hoegeng lulus menjadi siswa angkatan pertama Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Jakarta. Saat itu Hoegeng dipanggil ke Istana Negara oleh Presiden ke-1 RI Soekarno pada 1952 lalu.
Satu per satu para siswa maju memperkenalkan diri kepada sang Proklamator. Giliran Hoegeng maju, Soekarno menanyakan siapa namanya.
“Hoegeng Pak,” ujar pria asal Pekalongan ini dalam buku Hoegeng, Polisi Idaman dan Kenyataan.
Bung Karno merasa heran dan mengernyitkan dahinya. “Apa tidak salah? Biasanya kan Soegeng,” ujar Bung Karno.
Hoegeng menjawab namanya pemberian orang tuanya. Namanya memang seperti itu.
Namun Bung Karno mengatakan nama Hoegeng bukan orang Jawa. Dia kemudian meminta nama Hoegeng diganti seperti nama tokoh wayang.
“Namamu diganti Soekarno seperti nama saya,” kata Bung Karno.
“Tidak bisa Pak, namanya sudah Hoegeng,” jawab Hoegeng.
Tapi Bung Karno tetap memaksa Hoegeng berganti nama. Agar tidak marah, Hoegeng mengajak bercanda Soekarno dengan gaya Pekalongan.
“Kalau Hoegeng itu nama pemberian orang tua saya, kalau Soekarno itu nama pembantu rumah tangga saya di rumah, Pak,” kata Hoegeng yang membuat teman-teman dari PTIK dan tamu yang hadir tertawa.
Bung Karno melotot marah saat diolok-olok oleh Hoegeng, tetapi kemudian dia tertawa. “Kurang ajar kamu ya,” kata dia.
Saat menjadi menteri, Hoegeng tetap menggunakan satu kata namanya. Bahkan menjadi Kapolri nama di lencananya tetap Hoegeng. (Rizal)